Kamis, 31 Oktober 2013

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID



Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid pada tumbuhan daun lamun
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan warna kuning, kuning jeruk, dan merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji, batang, bunga, herba, rempah-rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak zaitun, teh, cokelat, anggur merah, dan obat herbal. Flavonoid juga dikenal sebagai vitamin P dan citrin, dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh sejumlah tanaman sebagai warna pada bunga yang dihasilkan. Bagian tanaman yang bertugas untuk memproduksi flavonoid adalah bagian akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang bertugas untuk menjaga dan memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah.
Senyawa flavonoid termsuk kedalam senyawa fenol yang merupakan benzenetersubtitusi dengan gugus ±OH, senyawa flavonoid ini banyak diperoleh daritumbuhan, zan ini biasanya berwarna merah, ungu, dan biru tetapi juga ada yangberwarna kuning. Jika dilihat dari struktur dasarnya flavonoid terdiri dari dua cincinbenzen yang terikat dengan 3 atom carbon (propana)
 Dari kerangka ini flavonoid dapat di bagi menjadi 3 struktur dasar yaitu Flavonoid, isoflavonoid, dan neoflavonoid.
http://htmlimg2.scribdassets.com/4kzg4fidogv6d21/images/5-2c8dc9cd59.jpg
Dan disini membahas tentang tanaman lamun.Tanaman lamun merupakan kelompok tumbuhan berbunga, berdaun, berakar sejati dan tumbuh pada kedalaman air laut yang dangkal. Tanaman lamun biasanya di gunakan sebagai penangkap sedimen, digunakan sebagai kompos dan sebagai antioksidan penggunaan mengenai tanaman lamun khususnya bagi manusia masih perlu dilakukan. Melihat potensi dan kandungan kimia seperti yang terdapat pada lamun seperti flavonoid. Maka sangatlah perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kandungan jenis flavonoid yang terdapat pada daun lamun. Untuk itu dilakukan penelitian tentang isolasi dan identifikasi dalam daun lamun (Syringodium isoetifolium) menggunakan Kromatografi lapis tipis dan Spektrofotometer UV-Vis. Penelitian dilakukan dengan ekstraksi maserasi mengggunakan pelarut etanol 96%
p.a. Isolasi dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis silika GF 254 dengan eluen nbutanol:
asam asetat:air (BAA) (4:1:5). Isolasi menggunakan KLT memperoleh 2 spot, yang
pertama berwarna kuning dengan Rf 0,4 dan yang kedua berwarna merah dengan Rf 0,8.
Identifikasi senyawa flavonoid dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan Hasil penelitian bahwa senyawa flavonoid yang terdapat pada daun lamun di duga senyawa flavonoid golongan Khalkon.
Kandungan kimia yang terdapat pada lamun seperti flavonoid berpotensi menyembuhkan penyakit. Flavonoid adalah zat aktif yang terdapat pada tumbuhan yang mempunyai struktur kimia C6-C3-C6 yang tiap bagian C6 merupakan rantai alifatik dan dalam tanaman lamun senyawa flavonoid bisa digunakan sebagai antioksidan. Sejauh ini lamun di Indonesia hanya diteliti mengenai aktivitas budidaya dan eksplorasinya saja dan hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Dengan penelitian yang dilakakukan Ukthy (2011), yang menguji kandungan fitokimia pada lamun dengan jenis Syringodium isoetifolium menunjukan adanya flavonoid, fenol, hidrokuinon dan potensi senyawa flavonoid yang bisa digunakan sebagai antioksidan. Maka penulis tertarik untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid yang terdapat didalamnya.

METODELOGI PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian
Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian
yaitu oven, neraca analitik, blender,
chamber KLT, lampu UV 366 nm,
spektrofotometer UV-vis, aluminium foil,
Plat silika gel G60 F254, rotary
evaporator, water batch, kertas saring, dan
peralatan gelas.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
yaitu daun Lamun yang diperoleh dari
Pantai Molas dan Meras Kecamatan
Bunaken, etanol 96%, aquades, n-butanol,
asam asetat, metanol. Amoniak,
Cara Kerja
Sebanyak 150 gram serbuk halus daun lamun dimasukan ke dalam 750 ml etanol 96 %, ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 5 hari, sambil dikocok. Setelah itu sampel di uapkan dengan menggunakan rotary evaporator dan mendapat ekstrak cair yang kemudian di water batch pada suhu 60ยบ C. Ekstrak yang di isolasi dengan menggunakan
kromatografi lapis tipis preparatif menggunakan fase diam G60 F254 dengan ukuran 20 cm x 20 cm dan fase gerak campuran n-butanol-asam asetat-dan air (BAA) (4:1:5). Selanjutnya isolat di identifikasi dengan menggunakan spektrofotometer Ultra Violet –Visibel.


Pembahasan
Daun Lamun yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pantai Molas wilayah Tuminting. Tumbuhan ini merupakan kelompok tumbuhan berbunga, berbuah, berakar sejati dan tumbuh pada substrat yang berlumpur dan berpasir bahkan hidup pada kedalaman laut yang dangkal. Lamun memiliki kandungan nutrisi seperti protein, lemak, dan serat pangan yang merupakan sumber makanan dan mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, fenol hidroquinon, steroid, dan titerpenoid. Peranan lamun dalam lingkungan perairan berfungsi sebagai produsen primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainya yang ada di laut yang dangkal, sebagai penangkap sedimen dan berfungsi sebagai antioksidan. Daun Lamun yang diambil di Pantai Molas wilayah Tuminting dimasukkan kedalam kotak putih yang berisi Es untuk menjaga daun tetap segar sampai sampel berada di Laboratorium. Daun Lamun kemudian dicuci, dikeringkan, dan diangin-anginkan selama 7 hari dan kemudian di oven pada suhu 40°C untuk menghilangkan kadar air dalam Lamun. Pengeringan dilakukan sampai daun benar-benar kering yaitu ketika daun Lamun mudah dipatahkan dan mudah dihaluskan. Selanjutnya daum lamun dihaluskan dengan menggunakan blender dan dilanjutkan dengan pengayakan untuk mengecilkan ukuran serbuk dan mempermudah pelepasan zat aktif pada saat proses Ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu senyawa kimia berdasarkan perbedaan kelarutanya terhadap dua cairan tidak saling larut dan berbeda. Metode ekstraksi ini dipilih karena beberapa faktor yang sangat penting seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap metode ekstraksi dan untuk memperoleh ekstrak yang sempurna mendekati sempurna. Metode eksraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi yang disesuaikan dengan sifat fisika dan kimia dari senyawa yang akan di ekstraksi yaitu flavonoid. Senyawa Flavonoid adalah golongan senyawa yang tidak tahan panas dan mudah teroksidasi pada suhu tinggi. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 96% yang disesuaikan dengan kepolaran senyawa. Sampel sebanyak 150 gram di maserasi dalam 750 ml etanol 96% dengan perbandingan 1:5 selama 5 hari dan menghasilkan Ekstrak kental sebanyak 2,6 gram. Setelah di ekstraksi sampel akan di isolasi dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis. Kromatografi lapis tipis suatu metode pemisahan senyawa kimia berdasarkan perbedaan distribusi dua fase yaitu fasa diam dan fasa gerak. Eluen yang digunakan n-butanol: asam asetat: air (4:1:5). Eluen yang baik adalah eluen yang bisa memisahkan senyawa dalam jumlah yang banyak dan di tandai dengan munculnya noda (Harborne, 1987)
Hasil pemisahan dengan KLT preparatif dan menghasilkan nilai Rf 0,4 dengan warna kuning kecokelatan dan ketika di tambahkan NH3 kemudian di baca pada lampu UV 366 menghasilkan nilai Rf 0,4 dan 0,88 dengan warnah merah dan warna hijau. warna merah menunjukan bahwa senyawa diduga mengandung flavonoid. Golongan flavonoid yang terdapat dalam daun lamun disesuaikan penyebaran dan ciri khas flavonoid yang menurut (Harbone,2009), bahwa senyawa dengan ciri khas pereaksi NH3 dan memberikan warna merah diduga merupakan senyawa flavonoid golongan khalkon hal ini diperjelas dengan warna flavonoid hasil pemisahan pada plat KLT oleh (Harbone,1987).
Setelah diisolasi sampel kemudian diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis. Isolat-isolat hasil KLT dengan pereaksi NH3 di kerok dan dilarutkan dengan metanol dan kemudian disentrifugasi untuk memisakan senyawa murni hasil KLT kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometer UV-vis dengan menggunakan metanol sebagai larutan baku. Hasil identifikasi menunjukan panjang gelombang pada pita pertama 379 dan panjang gelombang pita kedua 289, maka hasil identifikasi menunjukan golongan flavonoid mengarah pada khalkon, auron dan flavonol jika dilihat pada panjang gelombang pada pita pertama. Menurut (Harbone, 1987) Ciri spektrum flavonoid khalkon antara 365- 390, auron 390-430, flavonol 350-390, maka dari ciri spektrum di ketahui ini bahwa ketiga senyawa tersebut merupakan golongan senyawa hasil identifikasi, namun jika disesuaikan dengan hasil. pemisahan dengan pereaksi NH3 lebih mengarah kepada golongan khalkon karena dari hasil pemisahan perubahan warna sinar tampak menunjukan senyawa flavonoid golongan khalkon

Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa flavonoid dapat di isolasi dan di identifikasi dari daun lamun dengan metode kromatografi lapis tipis dan spektrofotometer uv-vis dan flavonoid yang ditemukan adalah golongan khalkon.

Permasalahan
Dari materi diatas untuk menguji adanya flavonoid salah satu langkahnya dengan menggunakan eluen.Pada proses ekstraksi eluen atau pelarut yang digunakan adalah n-butanol atau etanol lalu yang saya tanyakan apakah hanya etanol ataupun n-butanol saja yang bisa digunakan dalam proses ekstraksi, apakah dapat digantikan dengan eluen yang lain ?
Lalu pada hasil penelitian diatas dikatakan bahwa flavonoid yang terkandung dalam daun lamun termasuk kedalam golongan khalkon,sedang golongan flavonoid itu ada golongan khalkon,auron,flavonol.flavonoid yang bagaimana yang termasuk kedalam masing-masing golongan tersebut ?

Sabtu, 19 Oktober 2013

PENENTUAN STRUKTUR TERPENOID PADA TUMBUHAN



ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA STREOID DARI DAUN TAPAK LIMAN (Elephantopus scaber L.)
Melihatnya banyaknya kegunaan tumbuhan tapak liman dalam pengobatan tradisional dan banyaknya kegunaan dari senyawa steroid maka perlu dilakukan penelitian tentang “Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Steroid Dari Daun Tapak Liman”.
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.     Mengisolasi senyawa steroid dari daun tapak liman (Elephantopus scaber L.
2.     Menentukan bentuk Kristal, warna Kristal dan titik leleh Kristal senyawa steroid dari daun tapak liman.
3.     Mengkarakterisasi senyawa steroid hasil isolasi secara spektroskopi UV dan spektroskopi IR.
  
Uji Pendahuluan Senyawa Steroid

Sebanyak 4 gram sampel digerus dengan kloroform, lalu fitratnya diambil dan dimasukkan ke dalam plat tetes dan pelarutnya dibiarkan menguap, kemudian ditambah 2-3 tetes asam asetat anhidrat dan diaduk sampai semua residu menjadin larut lalu ditambahkan 1-2 tetes asam sulfat pekat. Munculnya warna hijau sampai biru menunjukan adanya steroid. Sebagai perbandingan digunakan bubuk kolosterol 0,1 mg yang ditetesi dengan pereaksi Lieberman burchard, diberi tanda.

Ekstraksi steroid
Sampel kering sebanyak 500 gram disokletasi dengan menggunakan pelarut n- heksana. Sokletasi dengan n-heksana dihentikan jika pelarut n-heksana jernih kembali dan diperoleh ekstrak n-heksana. Ekstrak n-heksana diperoleh kemudian diuji steroid dengan menggunakan pereaksi Lieberman Buchard. Hasil uji positif dilanjutkan dengan kromatografi lapis dan kromatografi kolom dengan menggunakan eluen yang cocok.

Kromotografi Lapis Tipis
Kromotografi lapis tipis dilakukan terhadap ekstrak pekat n-heksana dan fraksi – fraksi pada kromatografi kolom dengan menggunakan plat silica 60 GF254. Eluen yang digunakan adalah n-heksana, kloroform, dan berbagai perbandingan dari n-heksana dengan etil Asetat.
Ekstrak pekat ditotalkan ditengah batas bawah dari plat dengan menggunakan pipa kapiler dan dibiarkan mengering diudara. Eluen yang telah disiapkan dimasukkan kedalam camber dan dijenuhkan dengan menggunakan kertas saring. Kemudian plat dimasukkan kedalam camber, lalu camber ditutup. Setelah eluen mencapai batas atas plat , maka plat diangkat dan dibiarkan mengering. Penampakan noda menggunakan lampu ultraviolet, pereaksi Lieberman burchhard dan uap I2. Cara tersebut dilakukan berulangkali dengan menggunakan eluen yang berbeda, sehingga pada eluen tertentu diperoleh noda yang terpisah dengan baik dan selanjutnya digunakan sebagai eluen untuk kromatografi kolom.

Kromogtografi kolom
Kolom kromatografi yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air sampai benar-benar bersih, kemudian dikeringkan didalam oven, setelah itu kolom kromatografi dibilas dengan n-heksana.
Sebagai penyerap (fase diam) digunakan silica gel, yang terlebih dahulu dibuat menjadi bubur dengan pelarut n-heksana. Kolom kromotografi dijepit dengan klem pada posisi vertical dank ran kolom kromotografi ditutup. Pelarut n-heksana dimasukkan sampai sepertiga kolom kromotografi. Selanjutnya kapas atau glass wol yang telah direndam dimasukkan kedalam kromotografi, lalu dipadatkan sampai gelembung udara tidak dapat masuk lagi kedalam kromotografi. Bubur silica gel yang telah dibuat dimasukkan kedalam kolom kromotografi dengan hati-hati sehingga tidak terdapat lagi gelembung udara. Pada saat bubur silica dimasukkan kran kolom kromotografi dibiarakan terbuka, setelah itu bubur silica dipadatkan dalam kolom kromotografi dengan cara melewatkan pelarut berulang kali.
Sampel yang akan dipisahkan dilakukan pre absorpsi terlebih dahulu, dengan cara melarutkannya dengan n-heksana dan ditambahkan dengan silica gel, setelah itu pelarutnya dibiarkan menguap. Sampel dimasukkan kedalam kolom kromotografi lalu dielusi dengan menggunakan fasa gerak n-heksana dan  etil asetat secara elusi bergradien (step gardien polarity)
Hasil kromotografi kolom ditampung didalam botol kecil yang berisi 10 ml dan diberi nomor urut. Untuk memonitor hasil kromogtografi kolom ini dilakukan dengan kromogtografi lapis tipis dan penampakan noda dapat dilakukan dengan lampu ultraviolet, Pereaksi Lieberman Burchard serta uap I2. Dari uji kromotografi lapis tipis yang memberkan harga Rf (faktor esensi )yang sama, kemudian digabungkan menjadi satu fraksi dan pelarutnya diuapkan.

Rekristalisasi
Rekristalisasi dilakukan dengan methanol. Pada Kristal ditambahkan methanol lalu dipanaskan, sehingga kristal dan pengotornya larut. Lalu didiamkan pada suhu kamar. Setelah terbentuk kristal kembali maka kristal dan filtratnya dipisahkan. Selanjutnya Kristal dilarutkan dengan etil asetat dan dibiarkan sampai pelarutnya menguap. Sehingga akan berbentuk Kristal jarum.

Uji Kemurnian Senyawa Hasil Isolasi
1. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis dilakukan terhadap Kristal hasil isolasi yang dilarutkan dengan etil asetat. Jika dengan berbagai eluen memberikan noda yang tunggal maka senyawa hasil isolasi itu dapat dikatakan murni. Eluen yang digunakan adalah n-heksana, kloroform, etil asetat, n-heksana dengan etil asetat (2:8), n-heksana dengan etil asetat (8:2), n-heksana dengan etil asetat (1:1). Penampakan noda yang digunakan yaitu secara fisika dengan lampu ultraviolet dan secara kimia dengan pereaksi Lieberman Burchard serta uap I2.

2. Uji Titik Leleh
Uji titik leleh dilakukan dengan alat melting Point Fisher John. Sedikit Kristal padat dimasukkan ke dalam pipa kapiler dan diletakkan kedalam alat tersebut. Kemudian suhu dinaikan dan diamati pada saat Kristal mulai meleleh sampai seluruhnya.
Cara diatas diulangi lagi dengan cara memperlambat kenaikan 2-5 C permenit disekitar titik leleh tadi. Suhu diamati pada saat Kristal mulai meleleh seluruhnya. Jika range titik leleh pada saat mulai meleleh sampai meleleh seluruhnya tidak lebih dari 2 ?C maka senyawa tersebut dapat dikatakan murni.

Karakteristik Senyawa Steroid Hasil Isolasi
Adanya Ikatan Rangkap ditentukan dengan Spektrofotometer Ultraviolet.

Senyawa hasil isolasi yang berupa Kristal dilarutkan dalam methanol. Sampel  yang telah berupa larutan ini di masukkan kedalam kuvet untuk alat spektofotometer ultraviolet. Pengukuran serapan maksimum dilakukan pada panjang gelombang 200-400 nm untuk mengetahui ada atau tidaknya ikatan rangkap yang berkonyugasi yang terdapat pada senyawa hasil isolasi.
 Adanya Gugus Karakteristik (Gugus Fungsi) Ditentukan dengan Spektrofotometer Inframerah
Sampel yang berupa Kristal dicampurkan dengan bubuk KBr. Campuran tersebut digerus, lalu dibuat pellet yang tipis dan transparan. Pellet ini dipasang dalam sel cuplikan pada alat spektofotometer inframerah. Pengukuran dilakukan pada bilangan gelombang 4000-600 cm?¹ untuk menentukan gugus fungsi yang dimilki senyawa hasil isolasi.
HASIL
Isolasi Senyawa Steroid Dari Daun Tapak Liman
Dalam penelitian ini ekstraksi steroid secara sokletasi dari 500 gram daun tapak liman dengan menggunakan pelarut n-heksana sehingga diperoleh ekstak n-heksana dan ampas. Ekstrak n-heksana yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan cara menguapkan pelarutnya, sehingga didapatkan ekstrak pekat yang berbentuk pasta sebanyak 5 gram. Setelah diperoleh ekstrak pekat maka dilanjutkan dengan uji spesifik steroid  menggunakan pereaksi Lieberman Burchard dan memberikan uji positif yang ditandai dengan terbentuknya warna biru. Terhadap ekstrak pekat ini dilakukan kromotografi lapis tipis untuk mendapatkan kondisi pemisahan steroid dari komponen kimia lainnya.
Uji kromotografi lapis tipis dengan berbagai eluen menunjukan bahwa pemisahan komponen kimia yang terkandung dalam ekstrak n-heksana relative baik dengan eluen n-heksana –etil asesat (8:2). Hal ini sesuai dengan system yang disarankan untuk pemisahan steroid (harborne, 1987). Kromatografi lapis tipis dari ekstrak pekat ini diperoleh 4 noda yang terpisah dengan baik dengan Rf:0,7;0,55;0,35 dan 0,15. Selanjutnya untuk pemisahan masing-masing komponen kimia dilakukan dengan kromotografi kolom sebanyak 4 gram ekstrak pekat dengan menggunakan eluen n-heksana dan etil asetat secara elusi bergradien (Step Gradien Polarity). Hasil kromatografi kolom memberikan 14 fraksi yang dapat dilihat dari tabel 1.
Tabel 1.Hasil Kromotograpi Kolom Dari Ekstrak Pekat Daun Tapak Liman
No vial
Fraksi
Jumlah noda
Uji steroid
1-2
3-5
6-12
13
14-16
17-21
22-30
31-38
39-47
48-54
55-64
65-75
76-87
88-116
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1
1
2
3
1
2
2
2
2
2
2
2
1
-
-
+
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-

Hasil kromotografi kolom yang  diperoleh kemudian dimonitor dengan kromotografi lapis tipis dengan menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (8:2) dan penampakan noda dengan menggunakan lampu ultraviolet, uap I2, dan pereaksi Lieberman burchard. Dari hasil kromotografi kolom tersebut hanya fraksi 2,4 dan 7 yang memberikan  uji positif terhadap steroid. Penguapan pelarut terhadap fraksi 2 (vial no 3-5) memberikan hasil berupa minyak, pada fraksi 4 (vial no.13) berupa padatan berwarna oranye keputihan dan memberikan 3 noda ketika dimonitor dengan kromotografi lapis tipis, sehingga
pengerjaan lebih lanjut difokuskan pada fraksi 7. Pencucian Kristal pada fraksi 7 dengan menggunakan n-heksana kemudian direkristalisasi dengan methanol, sehingga didapatkan senyawa yang murni.

Menentukan Bentuk Kristal, Warna Kristal, dan Titik Leleh Kristal Senyawa Steroid Hasil Isolasi.
Senyawa hasil isolasi didapatkan pada fraksi 7 berupa Kristal jarum yang berwarna putih sebanyak 0,48 gram dengan rendaman kristal 0,096%. Untuk memastikan senyawa hasil isolasi sudah benar –benar murni maka di ujikan dengan titik leleh dan kromotografi lapis tipis.
Krital jarum hasil isolasi memberikan titik leleh 170,1-170,5? C sehingga senyawa hasil isolasi tersebut dapat dikatakan murni, karena jarak angka yang di peroleh dari uji titik leleh tidak lebih dari 2?C selanjutnya kristal jarum hasil isolasi di uji kromatografi lapis tipis menggunakan berbagai eluen dan berbagai penampak noda memberikan noda tunggal dengan Rf seperti yang terlihat pada tabel 2, pada penampak noda pereaksi Lieberman Burchard memberikan noda tunggal dengan warna bercak biru pada plat kromatografi lapis tipis, sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa hasil isolasi adalah steroid.
Tabel 2. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Steroid Hasil Isolasi
Eluen
Rf
n-heksana
n-heksana :etil asetat (8:2)
Kloroform
n-heksana :etil asetat (2:8)
etil asetat
n-heksana :etil asetat (1:1)
0
0,18
0,35
0,57
0,61
0,66
Karakteristik Senyawa Steroid Hasil Isolasi Secara Spektofotometer UV dan IR
Dari hasil pengukuran dengan spektofotometer ultraviolet senyawa steroid hasil isolasi memberikan pita serapan pada 204 nm seperti gambar 16, serapan ini merupakan transisi yang berasal dari ikatan rangkap yaitu ? ke ?* yang tidak berkonyugasi karena menurut woodward serapan maksimum untuk ikatan rangkap yang berkonyugasi lebih besar dari 217 cm.(Cresswell et al.,1982)
Karakteristik struktur lebih lanjut dilakukan dengan spektrofotometer inframerah memberikan puncak serapan v maks pada 3433 (melebar) ; 2937; 2866; 1651(lemah); 1382;1061;1023;970;800 cm?¹. Puncak melebar pada daerah 3433 cm?¹ yang karakteristik untuk vibrasi ulur O-H berikatan hydrogen yang berasal dari alcohol dan bukan berasal dari asam karbosilat karena O-H karboksilat yang berikatan hydrogen menyerap didaerah 3300-2500 cm?¹. Hal ini diperkuat dengan adanya puncak pada daerah 1023  cm?¹ dan 1061 cm?¹ yang berkarakteristik untuk vibrasi ulur C-O. Adanya puncak 1651 cm?¹ diduga merupakan vibrasi ulur dengan gugus C=C yang tidak konyugasi, dan didukung dengan adanya vibrasi tekuk C-H dari ikatan rangkap cincin 970 cm?¹. serta vibrasi ulur dari C-H (sp ³) pada 2937 cm?¹ dan 2866  cm?¹ dan puncak lemah 800 cm?¹ yang merupakan vibrasi tekuk C-H diluar bidang dari cincin yang bukan aromatis, karena cincin aromatis akan memberikan puncak uluran C-H pada 3030 cm?¹ dan tekuk C-H diluar bidang  dengan pita tajam 900-675  cm?¹. Sedangkan pita serapan 1459 cm?¹ dan 1382 cm?¹ dirujuk sebagai system gem –dimetil. Pita serapan vibrasi tekuk C-H pada 970 cm?¹ menyarankan adanya ikatan rangkap tidak berkonyugasi pada unit rantai samping steroid. Sedangkan pita serapan 1651 cm?¹ merupakan pita serapan ikatan rangkap dalam kerangka dasar steroid (Silverstain et al.,1991).
Berdasarkan dari data hasil karakteristik dengan spektrofotometer ultraviolet dan inframerah serta dibandingkan dengan spectrum inframerah senyawa sterol secara umum yang memberikan puncak serapan pada bilangan gelombang : 3300-3450 cm?¹ (OH),1460-1465 cm?¹ dan 1350-1387 cm?¹ (gem –dimetil), 1640-1670 cm?¹(C=C ) didukung oleh puncak serapan 800-860 cm?¹ dan 970-980 cm?¹ (Tarigan, 1980;ikan 1968) yang menunjukan bahwa senyawa hasil isolasi merupakan senyawa steroid yang mengandung gugus hidroksil, gugus metil, dan ikatan rangkap yang tidak berkonyugasi, ternyata data ini mirip data steroid golongan sterol.
 Permasalahan
Mengapa pada penentuan struktur terprnoid, langkah yang dilakukan pertama kali adalah kromatografi kolom? Dari artikel diatas, disebutkan bahwa “Sampel  yang telah berupa larutan ini di masukkan kedalam kuvet untuk alat spektofotometer ultraviolet. Pengukuran serapan maksimum dilakukan pada panjang gelombang 200-400 nm untuk mengetahui ada atau tidaknya ikatan rangkap yang berkonyugasi yang terdapat pada senyawa hasil isolasi.”
Bagaimanakah jika panjang gelombang yang digunakan lebih dari 200-400 nm ? apakah yang akan terjadi?