ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA STREOID DARI DAUN TAPAK
LIMAN (Elephantopus scaber L.)
Melihatnya banyaknya kegunaan tumbuhan tapak
liman dalam pengobatan tradisional dan banyaknya kegunaan dari senyawa steroid
maka perlu dilakukan penelitian tentang “Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa
Steroid Dari Daun Tapak Liman”.
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengisolasi senyawa steroid dari daun tapak liman (Elephantopus
scaber L.
2.
Menentukan bentuk Kristal, warna Kristal dan titik leleh Kristal
senyawa steroid dari daun tapak liman.
3.
Mengkarakterisasi senyawa steroid hasil isolasi secara
spektroskopi UV dan spektroskopi IR.
Uji Pendahuluan Senyawa
Steroid
Sebanyak 4 gram sampel digerus dengan kloroform,
lalu fitratnya diambil dan dimasukkan ke dalam plat tetes dan pelarutnya
dibiarkan menguap, kemudian ditambah 2-3 tetes asam asetat anhidrat dan diaduk
sampai semua residu menjadin larut lalu ditambahkan 1-2 tetes asam sulfat
pekat. Munculnya warna hijau sampai biru menunjukan adanya steroid. Sebagai
perbandingan digunakan bubuk kolosterol 0,1 mg yang ditetesi dengan pereaksi
Lieberman burchard, diberi tanda.
Ekstraksi steroid
Sampel kering sebanyak 500 gram disokletasi
dengan menggunakan pelarut n- heksana. Sokletasi dengan n-heksana dihentikan
jika pelarut n-heksana jernih kembali dan diperoleh ekstrak n-heksana. Ekstrak
n-heksana diperoleh kemudian diuji steroid dengan menggunakan pereaksi
Lieberman Buchard. Hasil uji positif dilanjutkan dengan kromatografi lapis dan
kromatografi kolom dengan menggunakan eluen yang cocok.
Kromotografi Lapis Tipis
Kromotografi lapis tipis dilakukan terhadap
ekstrak pekat n-heksana dan fraksi – fraksi pada kromatografi kolom dengan
menggunakan plat silica 60 GF254. Eluen yang digunakan adalah n-heksana,
kloroform, dan berbagai perbandingan dari n-heksana dengan etil Asetat.
Ekstrak pekat ditotalkan ditengah batas bawah
dari plat dengan menggunakan pipa kapiler dan dibiarkan mengering diudara.
Eluen yang telah disiapkan dimasukkan kedalam camber dan dijenuhkan dengan
menggunakan kertas saring. Kemudian plat dimasukkan kedalam camber, lalu camber
ditutup. Setelah eluen mencapai batas atas plat , maka plat diangkat dan
dibiarkan mengering. Penampakan noda menggunakan lampu ultraviolet, pereaksi
Lieberman burchhard dan uap I2. Cara tersebut dilakukan berulangkali dengan
menggunakan eluen yang berbeda, sehingga pada eluen tertentu diperoleh noda
yang terpisah dengan baik dan selanjutnya digunakan sebagai eluen untuk
kromatografi kolom.
Kromogtografi kolom
Kolom kromatografi yang akan digunakan dicuci
terlebih dahulu dengan air sampai benar-benar bersih, kemudian dikeringkan
didalam oven, setelah itu kolom kromatografi dibilas dengan n-heksana.
Sebagai penyerap (fase diam) digunakan silica
gel, yang terlebih dahulu dibuat menjadi bubur dengan pelarut n-heksana. Kolom
kromotografi dijepit dengan klem pada posisi vertical dank ran kolom
kromotografi ditutup. Pelarut n-heksana dimasukkan sampai sepertiga kolom
kromotografi. Selanjutnya kapas atau glass wol yang telah direndam dimasukkan
kedalam kromotografi, lalu dipadatkan sampai gelembung udara tidak dapat masuk
lagi kedalam kromotografi. Bubur silica gel yang telah dibuat dimasukkan
kedalam kolom kromotografi dengan hati-hati sehingga tidak terdapat lagi
gelembung udara. Pada saat bubur silica dimasukkan kran kolom kromotografi
dibiarakan terbuka, setelah itu bubur silica dipadatkan dalam kolom
kromotografi dengan cara melewatkan pelarut berulang kali.
Sampel yang akan dipisahkan dilakukan pre
absorpsi terlebih dahulu, dengan cara melarutkannya dengan n-heksana dan
ditambahkan dengan silica gel, setelah itu pelarutnya dibiarkan menguap. Sampel
dimasukkan kedalam kolom kromotografi lalu dielusi dengan menggunakan fasa
gerak n-heksana dan etil asetat secara elusi bergradien (step gardien
polarity)
Hasil kromotografi kolom ditampung didalam botol
kecil yang berisi 10 ml dan diberi nomor urut. Untuk memonitor hasil
kromogtografi kolom ini dilakukan dengan kromogtografi lapis tipis dan
penampakan noda dapat dilakukan dengan lampu ultraviolet, Pereaksi Lieberman
Burchard serta uap I2. Dari uji kromotografi lapis tipis yang memberkan harga
Rf (faktor esensi )yang sama, kemudian digabungkan menjadi satu fraksi dan
pelarutnya diuapkan.
Rekristalisasi
Rekristalisasi dilakukan dengan methanol. Pada
Kristal ditambahkan methanol lalu dipanaskan, sehingga kristal dan pengotornya
larut. Lalu didiamkan pada suhu kamar. Setelah terbentuk kristal kembali maka
kristal dan filtratnya dipisahkan. Selanjutnya Kristal dilarutkan dengan etil
asetat dan dibiarkan sampai pelarutnya menguap. Sehingga akan berbentuk Kristal
jarum.
Uji Kemurnian Senyawa
Hasil Isolasi
1. Kromatografi
Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis dilakukan terhadap
Kristal hasil isolasi yang dilarutkan dengan etil asetat. Jika dengan berbagai
eluen memberikan noda yang tunggal maka senyawa hasil isolasi itu dapat
dikatakan murni. Eluen yang digunakan adalah n-heksana, kloroform, etil asetat,
n-heksana dengan etil asetat (2:8), n-heksana dengan etil asetat (8:2),
n-heksana dengan etil asetat (1:1). Penampakan noda yang digunakan yaitu secara
fisika dengan lampu ultraviolet dan secara kimia dengan pereaksi Lieberman
Burchard serta uap I2.
2. Uji Titik Leleh
Uji titik leleh dilakukan dengan alat melting
Point Fisher John. Sedikit Kristal padat dimasukkan ke dalam pipa kapiler dan
diletakkan kedalam alat tersebut. Kemudian suhu dinaikan dan diamati pada saat
Kristal mulai meleleh sampai seluruhnya.
Cara diatas diulangi lagi dengan cara
memperlambat kenaikan 2-5 C permenit disekitar titik leleh tadi. Suhu diamati pada
saat Kristal mulai meleleh seluruhnya. Jika range titik leleh pada saat mulai
meleleh sampai meleleh seluruhnya tidak lebih dari 2 ?C maka senyawa tersebut
dapat dikatakan murni.
Karakteristik Senyawa
Steroid Hasil Isolasi
Adanya Ikatan Rangkap
ditentukan dengan Spektrofotometer Ultraviolet.
Senyawa hasil isolasi yang berupa Kristal
dilarutkan dalam methanol. Sampel yang telah berupa larutan ini di
masukkan kedalam kuvet untuk alat spektofotometer ultraviolet. Pengukuran
serapan maksimum dilakukan pada panjang gelombang 200-400 nm untuk mengetahui
ada atau tidaknya ikatan rangkap yang berkonyugasi yang terdapat pada senyawa
hasil isolasi.
Adanya Gugus
Karakteristik (Gugus Fungsi) Ditentukan dengan Spektrofotometer Inframerah
Sampel yang berupa Kristal dicampurkan dengan
bubuk KBr. Campuran tersebut digerus, lalu dibuat pellet yang tipis dan
transparan. Pellet ini dipasang dalam sel cuplikan pada alat spektofotometer
inframerah. Pengukuran dilakukan pada bilangan gelombang 4000-600 cm?¹ untuk
menentukan gugus fungsi yang dimilki senyawa hasil isolasi.
HASIL
Isolasi Senyawa Steroid
Dari Daun Tapak Liman
Dalam penelitian ini ekstraksi steroid secara
sokletasi dari 500 gram daun tapak liman dengan menggunakan pelarut n-heksana
sehingga diperoleh ekstak n-heksana dan ampas. Ekstrak n-heksana yang diperoleh
kemudian dipekatkan dengan cara menguapkan pelarutnya, sehingga didapatkan
ekstrak pekat yang berbentuk pasta sebanyak 5 gram. Setelah diperoleh ekstrak
pekat maka dilanjutkan dengan uji spesifik steroid menggunakan pereaksi
Lieberman Burchard dan memberikan uji positif yang ditandai dengan terbentuknya
warna biru. Terhadap ekstrak pekat ini dilakukan kromotografi lapis tipis untuk
mendapatkan kondisi pemisahan steroid dari komponen kimia lainnya.
Uji kromotografi lapis tipis dengan berbagai
eluen menunjukan bahwa pemisahan komponen kimia yang terkandung dalam ekstrak
n-heksana relative baik dengan eluen n-heksana –etil asesat (8:2). Hal ini
sesuai dengan system yang disarankan untuk pemisahan steroid (harborne, 1987).
Kromatografi lapis tipis dari ekstrak pekat ini diperoleh 4 noda yang terpisah
dengan baik dengan Rf:0,7;0,55;0,35 dan 0,15. Selanjutnya untuk pemisahan
masing-masing komponen kimia dilakukan dengan kromotografi kolom sebanyak 4
gram ekstrak pekat dengan menggunakan eluen n-heksana dan etil asetat secara
elusi bergradien (Step Gradien Polarity). Hasil kromatografi kolom memberikan 14 fraksi
yang dapat dilihat dari tabel 1.
Tabel 1.Hasil
Kromotograpi Kolom Dari Ekstrak Pekat Daun Tapak Liman
No vial
|
Fraksi
|
Jumlah noda
|
Uji steroid
|
1-2
3-5
6-12
13
14-16
17-21
22-30
31-38
39-47
48-54
55-64
65-75
76-87
88-116
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
|
1
1
2
3
1
2
2
2
2
2
2
2
1
-
|
-
+
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
|
Hasil kromotografi kolom yang diperoleh
kemudian dimonitor dengan kromotografi lapis tipis dengan menggunakan eluen
n-heksana : etil asetat (8:2) dan penampakan noda dengan menggunakan lampu
ultraviolet, uap I2, dan pereaksi Lieberman burchard. Dari hasil kromotografi
kolom tersebut hanya fraksi 2,4 dan 7 yang memberikan uji positif
terhadap steroid. Penguapan pelarut terhadap fraksi 2 (vial no 3-5) memberikan
hasil berupa minyak, pada fraksi 4 (vial no.13) berupa padatan berwarna oranye
keputihan dan memberikan 3 noda ketika dimonitor dengan kromotografi lapis
tipis, sehingga
pengerjaan lebih lanjut difokuskan pada fraksi
7. Pencucian Kristal pada fraksi 7 dengan menggunakan n-heksana kemudian
direkristalisasi dengan methanol, sehingga didapatkan senyawa yang murni.
Menentukan Bentuk
Kristal, Warna Kristal, dan Titik Leleh Kristal Senyawa Steroid Hasil Isolasi.
Senyawa hasil isolasi didapatkan pada fraksi 7
berupa Kristal jarum yang berwarna putih sebanyak 0,48 gram dengan rendaman
kristal 0,096%. Untuk memastikan senyawa hasil isolasi sudah benar –benar murni
maka di ujikan dengan titik leleh dan kromotografi lapis tipis.
Krital jarum hasil isolasi memberikan titik
leleh 170,1-170,5? C sehingga senyawa hasil isolasi tersebut dapat dikatakan
murni, karena jarak angka yang di peroleh dari uji titik leleh tidak lebih dari
2?C selanjutnya kristal jarum hasil isolasi di uji kromatografi lapis tipis
menggunakan berbagai eluen dan berbagai penampak noda memberikan noda tunggal
dengan Rf seperti yang terlihat pada tabel 2, pada penampak noda pereaksi
Lieberman Burchard memberikan noda tunggal dengan warna bercak biru pada plat
kromatografi lapis tipis, sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa hasil isolasi
adalah steroid.
Tabel 2. Hasil
Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Steroid Hasil Isolasi
Eluen
|
Rf
|
n-heksana
n-heksana :etil asetat (8:2)
Kloroform
n-heksana :etil asetat (2:8)
etil asetat
n-heksana :etil asetat (1:1)
|
0
0,18
0,35
0,57
0,61
0,66
|
Karakteristik Senyawa
Steroid Hasil Isolasi Secara Spektofotometer UV dan IR
Dari hasil pengukuran dengan spektofotometer
ultraviolet senyawa steroid hasil isolasi memberikan pita serapan pada 204 nm
seperti gambar 16, serapan ini merupakan transisi yang berasal dari ikatan
rangkap yaitu ? ke ?* yang tidak berkonyugasi karena menurut woodward serapan
maksimum untuk ikatan rangkap yang berkonyugasi lebih besar dari 217
cm.(Cresswell et al.,1982)
Karakteristik struktur lebih lanjut dilakukan
dengan spektrofotometer inframerah memberikan puncak serapan v maks pada 3433
(melebar) ; 2937; 2866; 1651(lemah); 1382;1061;1023;970;800 cm?¹. Puncak
melebar pada daerah 3433 cm?¹ yang karakteristik untuk vibrasi ulur O-H
berikatan hydrogen yang berasal dari alcohol dan bukan berasal dari asam
karbosilat karena O-H karboksilat yang berikatan hydrogen menyerap didaerah
3300-2500 cm?¹. Hal ini diperkuat dengan adanya puncak pada daerah 1023
cm?¹ dan 1061 cm?¹ yang berkarakteristik untuk vibrasi ulur C-O. Adanya puncak
1651 cm?¹ diduga merupakan vibrasi ulur dengan gugus C=C yang tidak konyugasi,
dan didukung dengan adanya vibrasi tekuk C-H dari ikatan rangkap cincin 970
cm?¹. serta vibrasi ulur dari C-H (sp ³) pada 2937 cm?¹ dan 2866 cm?¹ dan
puncak lemah 800 cm?¹ yang merupakan vibrasi tekuk C-H diluar bidang dari
cincin yang bukan aromatis, karena cincin aromatis akan memberikan puncak
uluran C-H pada 3030 cm?¹ dan tekuk C-H diluar bidang dengan pita tajam
900-675 cm?¹. Sedangkan pita serapan 1459 cm?¹ dan 1382 cm?¹ dirujuk
sebagai system gem –dimetil. Pita serapan vibrasi tekuk C-H pada 970 cm?¹
menyarankan adanya ikatan rangkap tidak berkonyugasi pada unit rantai samping
steroid. Sedangkan pita serapan 1651 cm?¹ merupakan pita serapan ikatan rangkap
dalam kerangka dasar steroid (Silverstain et al.,1991).
Berdasarkan dari data hasil karakteristik dengan
spektrofotometer ultraviolet dan inframerah serta dibandingkan dengan spectrum
inframerah senyawa sterol secara umum yang memberikan puncak serapan pada
bilangan gelombang : 3300-3450 cm?¹ (OH),1460-1465 cm?¹ dan 1350-1387 cm?¹ (gem
–dimetil), 1640-1670 cm?¹(C=C ) didukung oleh puncak serapan 800-860 cm?¹ dan
970-980 cm?¹ (Tarigan, 1980;ikan 1968) yang menunjukan bahwa senyawa hasil
isolasi merupakan senyawa steroid yang mengandung gugus hidroksil, gugus metil,
dan ikatan rangkap yang tidak berkonyugasi, ternyata data ini mirip data
steroid golongan sterol.
Permasalahan
Mengapa pada penentuan struktur terprnoid,
langkah yang dilakukan pertama kali adalah kromatografi kolom? Dari artikel diatas, disebutkan bahwa “Sampel
yang telah berupa larutan ini di masukkan kedalam kuvet untuk alat
spektofotometer ultraviolet. Pengukuran serapan maksimum dilakukan pada panjang
gelombang 200-400 nm untuk mengetahui ada atau tidaknya ikatan rangkap yang
berkonyugasi yang terdapat pada senyawa hasil isolasi.”
Bagaimanakah jika panjang gelombang yang digunakan lebih dari 200-400 nm ? apakah yang akan terjadi?
Bagaimanakah jika panjang gelombang yang digunakan lebih dari 200-400 nm ? apakah yang akan terjadi?
saya akan mencoba menjawab
BalasHapus1. kenapa kromatografi kolom dilakukan pertama kali, karena tujuan dari kromatografi yaitu untuk mendapatkan senyawa murni dari fraksi yang ada. kromatografi kolom dilakukan sebelum analisis bertujuan untuk memurnikan senyawa sebelum analisis dilakukan serta tahap-tahap berikutnya agar pada saat analisis tidak terdapat lagi zat pengotor didalam senyawa.
2. menurut analisa saya jika panjang gelombang yang digunakan melebihi serapan maksimumnya maka mungkin tidak dapat terjadi karena intensitas sinar yang diserap oleh suatu senyawa itu tergantung pada jenis senyawa yang ada, konsentrasi dan tebal atau panjang larutan tersebut. Makin tinggi konsentrasi suatu senyawa dalam larutan, makin banyak sinar yang diserap
1.seperti yang dikatakan saudari vivi, kromatografi kolom bertujuan untuk mendapatkan senyawa murni dari yang diamati sehingga pada saat dilakukan tahap-tahap berikutnya tidak terdapat lagi zat pengotor didalam senyawa tersebut
BalasHapus2. setiap senyawa memiliki panjang gelombang yang berbeda. dan memiliki batas tertentu. menurut saya, jika panjang gelombang yang yang digunakan dibawah atau melebihi batas, maka tidak akan terjadi . kalaupun terjadi mungkin yang didapat bukan lah senyawa terpenoid. mungkin senyawa lain.
terima kasih