Senin, 09 Desember 2013

MID KIMIA BAHAN ALAM



MID SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM
NAMA :BETTY ELDIA SIRAIT
NIM : A1C111072
DOSEN PENGAMPU : Dr. SYAMSURIZAL, M.Si
HARI/TANGGAL : SELASA/ 03-10 DESEMBER 2013
WAKTU : 10.00 WIB – 10.00 WIB (10 DESEMBER 2013)

1. Cari diartikel tentang tehnik identifikasi dari suatu senyawa terpenoid? Mengapa dengan reagen tersebut tidak cocok untuk mengidentifikasi golongan lain seperti flavonoid, alkaloid atau fenolik lain?
Jawab :
Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu: melalui sokletasi dan maserasi. Sekletasi dilakukan dengan melakukan disokletasi pada serbuk kering yang akan diuji dengan 5L n-hexana. Ekstrak n-hexana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktifitas bakteri. Teknik maserasi menggunakan pelarut methanol. Ekstrak methanol dipekatkan lalu lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4M.hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n-heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas bakteri. Uji aktivitas bakteri dilakukan dengan pembiakan bakteri dengan menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2mL Meller-Hinton broth kemudian diinkubasi bakteri homogen selama 24 jam pada suhu 35°C.suspensi baketri homogeny yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media Mueller-Hinton agar secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril. Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta pelarutnya yang digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap bakteri.
Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform setelah. Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan terbentuk.
Contohnya pada isolasi dan identifikasi pada biji pepaya dimana hasil suatu identifikasi menunjukkan bahwa dalam suatu penelitian Isolat yang diperoleh sebanyak 50 mg dari sekitar 500 g sampel serbuk kering biji papaya. Pemisahan 21,66 g ekstrak kental n­heksana menggunakan kromatografi kolom (silika gel 60, n-heksana : eter : etilasetat : etanol (2:3:3:2)) menghasilkan 127 eluat, yang kemudian difraksinasi denagn KLT menghasilkan 3 kelompok fraksi. Ketiga kelompok fraksi tersebut diuji untuk triterpenoid dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Hasil uji triterpenoid ketiga kelompok fraksi tersebut dipaparkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji triterpenoid
Fraksi
Berat (g)

Pereaksi LB
F1 (5-23) F2 (24-65) F3 (66-127)
0,10 1,22 0,05

Coklat Merah ungu Merah ungu





Fraksi yang dilanjutkan untuk analisis lebih lanjut adalah fraksi F3. Uji kemurnian dengan analisis KLT menggunakan beberapa fase gerak menghasilkan isolat relatif murni dengan satu noda pada berbagai polaritas eluen yang digunakan. Hasil analisis dengan spektrofotometri inframerah menunjukkan adanya serapan tajam pada daerah bilangan gelombang 2923,8 cm-1 dan 2852,2 cm-1 yang diduga serapan dari gugus C-H alifatik stretching. Dugaan ini diperkuat oleh adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1464,4 cm-1 dan 1206,5 cm-1 yang merupakan serapan dari -CH2 dan –CH3 bending. Pita serapan yang tajam pada daerah bilangan gelombang 1710,4 cm-1 dengan intensitas kuat mengidentifikasikan gugus karbonil (C=O) (Sastrohamidjojo, 1985). Identifikasi dengan spektrofotometri ultra violet -tampak menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 228,5 nm yang kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya transisi elektrón n-0 * dari kromofor C=O. Hal ini didukung hasil analisis spektrofotometri inframerah yang menunjukkan isolat mempunyai gugus fungsi C=O pada panjang gelombang 1710,4 nm. Serapan ultra violet yang landai pada panjang gelombang 287,7 nm kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya transisi elektronik n -J * dari ikatan rangkap C=O (Sastrohamidjojo, 1985).
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa isolat triterpenoid (F3) dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki potensi menghambat pertumbuhan bakteri dengan diameter daerah hambat sebesar 10 mm untuk bakteri E. coli dan 7 mm untuk bakteri S. aureus.

2. Dengan cara yang sama cari tehnik isolasi tentang senyawa terpenoid, jelaskan dasar ilmiah penggunaan pelarut dan tehnik-tehnik isolasi dan purifikasi. Misalnya dg pelarut etanol dilakukan kromatografi.
Jawab:
Daun mimba dipercaya masyarakat dapat menolak hinggapan nyamuk Aedes aegypti, sehingga dapat digunakan sebagai repellent. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan aktifitas repellent fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba terhadap nyamuk Aedes aegypti, dan mengidentifikasi senyawa golongan terpenoid dalam fraksi nheksan tersebut.
Ekstrak etanolik daun mimba dibuat dengan menggunakan metode Maserasi dan selanjutnya difraksinasi dengan menggunakan pelarut n-heksan. Fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba konsentrasi 10, 20, 40% dalam pelarut etanol dioleskan pada pergelangan tangan bagian atas hingga ujung jari dan kemudian dimasukkan ke dalam sangkar nyamuk. Tiap sangkar nyamuk berisi 30 ekor nyamuk Aedes aegypti betina berumur 3-5 hari yang telah dipuasakan selama 24 jam. Pengujian dihentikan apabila terdapat hinggapan nyamuk untuk pertama kalinya. Data yang diperoleh berupa rata-rata waktu penolakan terhadap hinggapan nyamuk. Analisa statistik dilakukan terhadap data
waktu penolakan menggunakan uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney pada taraf kepercayaan 95%. Identifikasi senyawa aktif golongan terpenoid dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba mengandung senyawa aktif golongan terpenoid. Pada konsentrasi 20 dan 40%, fraksi n-heksan tersebut memiliki aktivitas sebagai repellent karena dapat menolak hinggapan nyamuk Aedes aegypti secara berturut-turut selama 329 dan 915 detik (5,48 dan15,25 menit). Kata kunci : Repellent, fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba, Aedes aegypti

PENDAHULUAN
Angka kejadian penyakit demam berdarah (DBD) meningkat secara dramatis dalam 10 tahun belakangan ini. Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti (Satari dan Meiliasari, 2004). Saat ini, belum ada obat atau vaksin yang terbukti efektif mengobati demam berdarah. Salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit ini adalah dengan mencegah transmisi virus dengue penyakit yang ditularkan oleh serangga (Misni, dkk., 2008), yaitu dengan menggunakan repellent serangga. Repellent adalah suatu senyawa yang beraksi secara
lokal, atau pada jarak tertentu yang mempunyai kemampuan mencegah antropoda (termasuk nyamuk) untuk terbang, mendarat atau menggigit pada permukaan kulit manusia (Nerio, dkk., 2010). Penularan DBD hanya terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes yang didalam sungutan ada virus demam berdarahnya (Nadesul, 2007). Hanya jenis betinanya saja yang menghisap darah manusia dan menularkan virus dengue ke dalam tubuh manusia. Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan adalah dengan menggunakan bahan alami yang terdapat disekitar kita. Salah satu tanaman 25 yang bisa digunakan sebagai insektisida adalah tanaman mimba. Salah satu komponen aktif dalam biji dan daun mimba adalah senyawa golongan terpenoid azadirachtin yang diyakini memiliki daya bunuh terhadap serangga (Oesman dan Rukmana, 2002). Beberapa penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa minyak atsiri dan senyawa
golongan terpenoid memiliki aktivitas repellent terhadap serangga. Ekstrak kulit buah jeruk nipis dalam sediaan lotion dengan konsentrasi 55% mengandung senyawa golongan terpenoid dan dapat menolak nyamuk Aedes aegypti selama 36 menit 1 detik (Tesaviani, 2009). Pada penelitian Choi, dkk. (2002), minyak atsiri Thymus vulgaris (thyme) memiliki potensi aktivitas repellensia. Pada konsentrasi 0,05%, minyak atsiri tersebut dapat menolak hinggapan nyamuk sebesar 91%. minyak atsiri T.vulgaris (thyme) memiliki kandungan 5 monoterpen yaitu thymol, p-cymene, carvacrol, linalool dan α-
terpentine. Monoterpen α-terpinene memiliki aktifitas repellent yang cukup poten dengan efek perlindungan terhadap hinggapan nyamuk Culex pipiens pallens sebesar 97 % pada konsentrasi 0,05 %. Pada penelitian Jebanesan dan Rajkumar ( 2005), minyak atsiri dari tanaman Moschosma polystachyum pada konsentrasi 4% memberikan perlindungan 332,2 menit terhadap gigitan nyamuk Culex quinquefasciatus. Minyak atsiri Solanum xanthocarpum pada konsentrasi 8% memberikan perlindungan 311,4 menit. Minyak atsiri tersebut mengandung terpenoid yang dapat menghasilkan aktivitas repellent. Berdasarkan literatur di atas, penelitian ini mencoba untuk melihat apakah
fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba yang diduga kaya akan senyawa aktif golongan terpenoid memiliki aktivitas repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti, sehingga ekstrak daun mimba diharapkan dapat digunakan sebagai repellent.
 METODOLOGI
Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa : daun mimba (kebun
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta); Nyamuk Aedes aegypti betina,
umur 3-5 hari (Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta); Soffel® dan bahan kimia lainnya (pharmaceutical grade) seperti etanol 70
%, n-heksan, terpineol, toluene, etil asetat, silica gel 60 F254, vanilin asam sulfat.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan diantaranya adalah : seperangkat alat gelas, oven
automatic thermo controller (mammert, type: IL-70-110/220 Volt max 3A 50/60),
timbangan elektronik (AND GE 600 Japan), stopwatch, aspirator, sangkar nyamuk
berukuran 22 x 22 x 22 cm, pengayak serbuk no. 40., water bath (Memmert).
Jalannya Penelitian
1. Determinasi Tanaman Mimba
Daun mimba diperoleh dari kebun Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Proses determinasi tanaman mimba (Azadirachta indica A.Juss) dilakukan
di Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta dengan mengacu pada buku Flora of Java karangan Backer dan Van De
Brink (1968).
2. Pengumpulan Simplisia
Daun mimba dikumpulkan pada saat daun mimba mulai menua, dengan parameter daun yang berwarna hijau tua. Daun mimba dicuci dengan air sampai bersih 26 untuk menghilangkan pengotor lain yang melekat pada daun, kemudian ditiriskan agar terbebas dari air cucian (Depkes RI, 1985).
3. Pembuatan Fraksi N-heksan Ekstrak Etanolik Daun Mimba
Daun mimba segar seberat 8,5 kg yang telah bersih, dikeringkan dalam oven
dengan pengaturan suhu ± 50 C, selanjutnya diserbuk sehingga didapatkan serbuk halus
daun mimba sebanyak 1 kg. Serbuk selanjutnya dimaserasi dengan pelarut etanol 70 %.
Sisa pelarut ekstrak etanolik daun mimba dikeringkan dengan cara diuapkan di atas
waterbath pada suhu 50 C. Ekstrak etanolik kental daun mimba yang didapatkan adalah
seberat 187 gram. Selanjutnya, ekstrak kental ini disuspensikan dengan menggunakan air
sebanyak 187 mL dan difraksinasi dengan pelarut n-heksan (1:1). Fraksinasi dilakuan
sebanyak tiga kali. Fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba yang didapatkan
adalah sebanyak 20,12 gram.
4. Uji Aktivitas Repellent
Uji aktivitas repellent fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba dilakukan
dengan metode Fradin dan Day (2002) yang dimodifikasi. Sebelum pengujian, dilakukan
penyiapan sangkar nyamuk berukuran (22 x 22 x 22) cm yang berisi 30 ekor nyamuk
Aedes Aegypti yang berumur 3-5 hari dan telah dipuasakan selama 1 hari. Setiap
percobaan menggunakan nyamuk Aedes aegypty yang belum pernah dipakai untuk uji
aktifitas repellant senyawa uji. Data penelitian berupa total waktu penolakan senyawa uji
terhadap hinggapan nyamuk Aedes aegypti (detik). Tangan yang sudah diolesi senyawa
uji dimasukkan ke dalam sangkar nyamuk selama 1 menit setiap 1 menit sampai 20
menit, apabila nyamuk belum ada yang hinggap, maka tangan dimasukkan kembali ke
dalam sangkar nyamuk selama 1 menit setiap 15 menit. Apabila nyamuk juga belum ada
yang hinggap, maka selanjutnya tangan dimasukkan kembali ke dalam sangkar nyamuk
selama 1 menit setiap 1 jam. Dari setiap percobaan tersebut dicatat waktu gigitan pertama
kali. Pada penelitian ini, dilakukan replikasi sebanyak tiga kali dan menggunakan 3
orang probandus yang berumur 19-26 tahun.
Kelompok perlakuan (senyawa uji) dibagi menjadi lima kelompok. Kelompok I
merupakan kelompok kontrol negatif (KN), kulit punggung telapak tangan probandus
hanya diolesi dengan etanol 70 %. Kelompok II adalah kelompok kontrol positif (KP),
kulit punggung telapak tangan probandus diolesi dengan lotion Sofel® yang mengandung
DEET 13 %. Kelompok III-V merupakan kelompok senyawa uji (F1, F2 dan F3) dengan
konsentrasi fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba berturut-turut sebanyak 10%,
20% dan 40%.
5. Identifikasi Senyawa Aktif Golongan Terpenoid
Identifikasi senyawa aktif golongan terpenoid daun mimba dilakukan pada
ekstrak etanolik daun mimba dan fraksi n-heksan dengan menggunakan teknik
kromatografi lapis tipis (KLT). Fase diam yang digunakan adalah silica gel F254 dan
sebagai fase gerak digunakan pelarut toluene : etil asetat (93:7). Sebagai penampak
bercak digunakan vanillin asam sulfat, sinar UV 254 nm dan 366 nm. Ekstrak etanolik
dan fraksi n-heksan mimba dinyatakan mengandung senyawa aktif golongan terpenoid
apabila memberikan warna merah violet dengan penampak bercak vanillin asam sulfat.
Selanjutnya, nilai Rf pada bercak yang berwarna merah violet ini dihitung (Wagner,
1984). Sebagai pembanding digunakan terpineol.
27
6. Analisa Data
Data penelitian berupa total waktu penolakan senyawa uji terhadap nyamuk yang
hinggap (detik) dan profil KLT pada uji identifikasi senyawa aktif golongan terpenoid.
Senyawa uji dinyatakan memiliki efek repellent apabila data total lama waktu penolakan
terhadap hinggapan nyamuk aedes aegypti kelompok senyawa uji lebih lama
dibandingkan kelompok kontrol. Uji statistik yang digunakan adalah uji Kruskal-Wallis
dan Uji Mann-Withney pada taraf kepercayaan 95%. Data profil KLT pada identifikasi
senyawa aktif golongan terpenoid pada ekstrak etanolik dan fraksi n-heksan ekstrak
etanolik daun mimba dibahas secara deskriptif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uji Aktivitas Repellent Fraksi n-Heksan Ekstrak Etanolik Daun Mimba
Uji aktivitas repellent dari senyawa uji dilakukan dengan mengamati total lama
waktu penolakan terhadap hinggap nyamuk pada pemukaan tangan probandus. Pada
pengujian ini tangan probandus tidak dimasukkan ke dalam sangkar terus menerus,
melainkan dengan interval waktu tertentu. Hal ini dikarenakan pemejanan secara terus
menerus akan mengakibatkan nyamuk kelelahan serta menginduksi blockade dari antena
kemoreseptornya, hal tersebut akan menyebabkan penolakan nyamuk untuk mengigit.
Selama pengujian tangan probandus tidak boleh ditambah dengan senyawa uji, tidak
boleh dicuci dan tidak boleh melawan apabila ada nyamuk yang akan hinggap. Data total
waktu lama penolakan terhadap hinggapan pertama nyamuk Aedes aegypti pada tangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu penolakan terhadap
hinggapan nyamuk Aedes aegypti yang paling cepat terlihat pada kelompok kontrol
negatif, sedangkan yang paling lama dicapai adalah pada kelompok kontrol positif
(Soffel®), dengan rata-rata total waktu penoloakan sebesar 4527 detik (1 jam 15,45
menit). Pada penelitian ini, fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba konsntrasi 20%
dan 40% terlihat mempunyai aktifitas repellent karena menolak hinggapan nyamuk
selama 329,3 detik (5,48 menit) dan 915 detik (15,25 menit). Aktifitas repellent fraksi nheksan
ekstrak etanolik daun mimba jauh lebih kecil dibandingkan dengan Soffel® dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik (p<0,05). Peningkatan konsentrasi fraksi nheksan ekstrak etanolik daun mimba memperpanjang efek repellent, karena dapat memperpanjang waktu penolakan terhadap hinggapan nyamuk Aedes aegypti. Hal ini disebabkan karena kandungan senyawa aktif yang lebih tinggi dalam fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba.
Dietiltoluamide (DEET) merupakan repellent sintesis yang memiliki spektrum
luas dan telah digunakan secara luas di Eropa dan Amerika Serikat setelah diperkenalkan
pada tahun 1950-an. Akan tetapi, penggunaan DEET jangka panjang dilaporkan telah
menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan, diantaranya adalah hipotensi,
terganggunya sistem pernafasan, depresi SSP, dan terkadang mengakibatkan kematian.
Penggunaan secara topical terkadang dapat menimbulkan reaksi setempat, seperti
urtikaria dan kontak dermatitis (Goodyer dan Behrens, 1998). Oleh karena itu, beribu
tamanan telah diuji sebagai sumber potensial senyawa repellent. Tanaman yang
mengandung minyak atsiri dilaporkan mempunyai aktifitas sebagai repellent termasuk
citronella, pohon pinus, verbena, pennyroyal, geranium, lavender, mimba, buah pinus,dll. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun
mimba memiliki aktivitas repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti betina dalam kondisi
laboratorium. Hasi identifitaksi menunjukkan bahwa, fraksi n-heksan ekstrak etanolik
daun mimba mengandung senyawa aktif golongan terpenoid. Aktfitas repellent ekstrak
etanolik daun mimba jauh lebih kecil dibandingkan dengan DEET. Hal ini diakibatkan
karena senyawa aktif yang bertanggung jawab diduga kuat adalah senyawa golongan
terpenoid. Senyawa golongan ini relatif lebih mudah menguap dan cepat hilang dari
tempat aplikasi. Seperti halnya aktifitas repellent dari minyak atsiri yang umumnya
merupakan senyawa monoterpen dan sesquiterpen memiliki aktifitas penolakan terhadap
hinggapan nyamuk yang rendah dan efek tersebut relatif cepat hilang. Senyawa
monoterpen yang telah terbukti memiliki efek repellent terhadap nyamuk diantaranya
adalah α–pinen, cineol, eugenol, limonene, terpinolen, citronellol, citronellal, camphor
dan timol. Begitu juga dengan senyawa sesquiterpen, seperti β–cariopillen (Nerio, dkk., 2010).
Banyak faktor yang berperan dalam menentukan efektifitas repellent, diantaranya
adalah frekuensi dan pemakian yang tidak merata, jumlah dan jenis organisme yang akan
menggigit, ketertarikan serangga/anthropoda penghisap darah terhadap individu, dan
aktifitas calon individu potensial yang akan menjadi korban. Pengikisan oleh pakaian,
penguapan dan absorpsi melalui permukaan kulit, tercuci karena keringat atau air hujan,
temperatur yang tinggi dan kecepatan aliran angin di lingkungan akan mengurangi
efektifitas repellent. Saat ini repellent yang tersedia harus diaplikasikan pada seluruh area
permukaan kulit yang terbuka. Kulit yang tidak terlindungi beberapa centimeter saja dari
area yang dioleskan dengan repellent dapat diserang oleh nyamuk yang dalam kondisi
lapar Repellent botani yang lebih lama adalah soybean oil dapat memberikan proteksi
terhadap nyamuk selama 3,5 jam. Sebuah repellent dikatakan ideal apabila repellent
29 tersebut memiliki daya repellent terhadap banyak spesies, efektif selama 8 jam, tidak
menyebabkan iritasi, tidak bersifat toksis secara sistemik, tidak mudah hilang di kulit,
tidak lengket dan tidak meninggalkan bau yang mengganggu (Fradin, 1998).

Identifikasi Senyawa Golongan Terpenoid
Identifikasi senyawa aktif daun mimba dilakukan 2 kali yaitu pada ekstrak etanol
daun mimba dan fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam daun mimba yang
memiliki potensi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti. Identifikasi senyawa
aktif dalam ekstrak etanolik daun mimba dan fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun
mimba hanya senyawa terpenoid saja karena yang diduga sebagai repellent pada daun
mimba.
Identifikasi dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Fase diam yang
digunakan adalah silikagel 60 F254 dan fase gerak campuran toluen dan etil asetat dengan
perbandingan 93:7. Pembandingnya menggunakan terpineol dan yang digunakan sebagai
penampak bercak adalah pereaksi vanilin asam sulfat. Pengamatan bercak dilakukan di
bawah sinar UV 254, 365 nm dan sinar visible (Wagner, 1984). Hasil kromatogram dapat
dilihat pada Gambar 2.
A                                              B

Gambar 2. Kromatogram identifikasi senyawa aktif golongan terpenoid dalam (A)
ekstrak etanolik daun mimba, (B) fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun
mimba

Hasil kromatogram ekstrak etanolik daun mimba dan fraksi n-heksan ekstrak
etanolik daun mimba di bawah sinar UV 254 nm menunjukkan bercak berwarna hijau
kehitaman, dan pada pengamatan di bawah sinar UV 365 nm terlihat bercak berwarna
biru muda. Pengamatan bercak di bawah sinar visibel menghasilkan lebih dari satu
bercak berwarna merah violet. Warna bercak tersebut menyerupai warna bercak
pembanding yang digunakan (terpeneol).
Bercak terpenoid ekstrak etanolik daun mimba terdeteksi dengan nilai Rf pada
0.19 ; 0.40 ; 0.85 ; 0.98. Pada fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba, bercak
terpenoidnya terdeteksi dengan nilai Rf sebesar 0.40 ; 0.58 ; 0.82 ; 0.98. Hasil tersebut
mendekati bercak terpineol. Hal ini menunjukan di dalam ekstrak etanolik daun mimba
dan fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba terdapat berbagai senyawa terpenoid
yang diduga kuat memiliki aktivitas repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.
Dasar penggunaan pelarut n-Heksana
1. Fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba memiliki aktivitas repellent terhadap
nyamuk Aedes aegypti.
2. Waktu penolakan paling lama yang dimiliki oleh fraksi n-heksan ekstrak etanolik
daun mimba terhadap nyamuk Aedes aegypti adalah pada konsentrasi 40% dengan
rata-rata waktu 915 detik (15,25 menit).
3. Fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba mengandung senyawa aktif golongan
terpenoid yang diduga kuat sebagai salah satu senyawa aktif yang bertanggung
jawab terhadap aktifitas repellent daun mimba.
www.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/.../459
3. Pelajari cara biosintesis suatu terpenoid. Identifikasilah sekurang-kurangnya lima jenis reaksi organic yang terkait dengan biosintesis tersebut dan jelaskan reaksinya?
Jawab:
Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:
1.      Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2.      Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprene akan membentuk mono-, seskui-, di-. sester-, dan poli-terpenoid.
3.      Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid.
Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid adalah asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat.
            Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalinat, reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforialsi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasimenghasilkan  isopentenil (IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetil alil piropospat (DMAPP) oleh enzim isomeriasi. IPP sebagai unti isoprene aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isoprene untuk menghasilkan terpenoid.
            Penggabungan ini terjadi karena serangan electron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan electron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan geranil.pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid.
            Penggabungan selanjutnya antara satu unti IPP dan GPP dengan menaisme yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid. Senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil Pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unti IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama. Mekanisme biosintesa senyawa terpenoid adalah sebagai berikut:


Gambar 2 Mekanisme Biosintesa Senyawa Terpenoid (http://nadjeeb.wordpress.com)
yustikaforict.files.wordpress.com/.../terpenoid12.doc
4. Dari persamaan reaksi berikut ini dapat dilihat bahwa pembentukan senyawa-senyawa monoterpen dan senyawa terpenoid berasal dari penggabungan 3,3 dimetil alil pirofosfat dengan isopentenil pirofosfat.
5.    Reaksi siklisasi skualen 2, 3-epoksida

4.  Salah satu bioaktivitas terpenoid berhubungan dengan hormone laki-laki dan perempuan, jelaskan gugus fungsi yang mungkin berperan sebagai hormone baik pada testosterone dan estrogen. Misalnya pada hormone testosterone itu yang paling aktif.
Jawab :
 Materi Pengantar Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat dihasil reaksi penurunan dari terpena atau skualena. Steroid merupakan kelompok senyawa yang pentingdengan struktur dasar sterana jenuh (bahasa Inggris: saturated tetracyclic hydrocarbon : 1,2-cyclopentanoperhydrophenanthrene) dengan 17 atom karbon dan 4 cincin. Senyawa yangtermasuk turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan estrogen. Padaumunya steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri dari 17atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak pada gugus fungsional yang diikat olehke-empat cincin ini dan tahap oksidasi tiap-tiap cincin.Lemak sterol adalah bentuk khusus dari steroid dengan rumus bangun diturunkan dari kolestanadilengkapi gugus hidroksil pada atom C-3, banyak ditemukan pada tanaman, hewan dan fungsi.Semua steroid dibuat di dalam sel dengan bahan baku berupa lemak sterol, baik berupa lanosterol pada hewan atau fungsi, maupun berupa sikloartenol pada tumbuhan. Kedua jenislemak sterol di atas terbuat dari siklisasi squalena dari triterpena. Kolesterol adalah jenis lainlemak sterol yang umum dijumpai.Beberapa steroid bersifat anabolik, antara lain testosteron, metandienon, nandrolon dekanoat, 4-androstena-3 17-dion. Steroid anabolik dapat mengakibatkan sejumlah efek samping yang berbahaya, seperti menurunkan rasio lipoprotein densitas tinggi, yang berguna bagi jantung,menurunkan rasio lipoprotein densitas rendah, stimulasi tumor prostat, kelainan koagulasi dangangguan hati, kebotakan, menebalnya rambut, tumbuhnya jerawat dan timbulnya payudara pada pria. Secara fisiologi, steroid anabolik dapat membuat seseorang menjadi agresif.2.2. Struktur Senyawa Steroid dan Kereaktifannya
Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen. Penghasil utama testosteron adalah testis pada jantan dan indung telur (ovari) pada betina, walaupun sejumlah kecil hormon ini juga dihasilkan oleh zona retikularis korteks kelenjar adrenal. Hormon ini merupakan hormon seks jantan utama dan merupakan steroid anabolik. Baik pada jantan maupun betina, testoren memegang peranan penting bagi kesehatan. Fungsinya antara lain adalah meningkatkan libido, energi, fungsi imun, dan perlindungan ada terhadap osteoporosis. Secara rata-rata, jantan dewasa menghasilkan testosteron sekitar dua puluh kali lebih banyak daripada betina dewasa.
Struktur testosterone
Estrogen
Estrogens (oestrogens) adalah sekelompok senyawa steroid, diambil dari nama struktur utama yaitu cincin estrous dan fungsi utamanya adalah sebagai hormon sex wanita. Seperti hormon steroid, estrogen dapat berdifusi melewati membran sel dan di dalam sel berinteraksi dengan reseptor estrogen. Estrogen dapat mengaktivasi G protein-coupled receptor (GPR30). Walaupun terdapat baik dalam tubuh pria maupun wanita, kandungannya jauh lebih tinggi dalam tubuh wanita usia subur. Hormon ini menyebabkan perkembangan dan mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita,
Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap oksidasi tiap-tiap cincin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar