MID
SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM
NAMA :BETTY ELDIA SIRAIT
NIM : A1C111072
DOSEN PENGAMPU : Dr. SYAMSURIZAL,
M.Si
HARI/TANGGAL : SELASA/ 03-10 DESEMBER
2013
WAKTU : 10.00 WIB – 10.00 WIB (10
DESEMBER 2013)
1. Cari diartikel tentang tehnik identifikasi dari suatu senyawa
terpenoid? Mengapa dengan reagen tersebut tidak cocok untuk mengidentifikasi golongan
lain seperti flavonoid, alkaloid atau fenolik lain?
Jawab :
Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan
dengan dua cara yaitu: melalui sokletasi dan maserasi. Sekletasi dilakukan
dengan melakukan disokletasi pada serbuk kering yang akan diuji dengan 5L
n-hexana. Ekstrak n-hexana dipekatkan
lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktifitas
bakteri. Teknik maserasi menggunakan pelarut methanol. Ekstrak methanol
dipekatkan lalu lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4M.hasil hidrolisis
diekstraksi dengan 5 x 50 mL n-heksana.
Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu
disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji
fitokimia dan uji aktivitas bakteri. Uji aktivitas bakteri dilakukan dengan
pembiakan bakteri dengan menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis.
Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2mL Meller-Hinton broth kemudian
diinkubasi bakteri homogen selama 24 jam pada suhu 35°C.suspensi baketri
homogeny yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media
Mueller-Hinton agar secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril.
Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta pelarutnya
yang digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C.
dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap bakteri.
Uji fitokimia dapat dilakukan dengan
menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan
campuran antara asam setat anhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan digunakannya
asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari
steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform setelah.
Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut
baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung
molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat
anhidrat akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan
asetil tidak akan terbentuk.
Contohnya pada isolasi dan identifikasi
pada biji pepaya dimana hasil suatu identifikasi menunjukkan bahwa dalam suatu
penelitian Isolat yang diperoleh sebanyak 50 mg dari sekitar 500 g sampel
serbuk kering biji papaya. Pemisahan 21,66 g ekstrak kental nheksana
menggunakan kromatografi kolom (silika gel 60, n-heksana : eter :
etilasetat : etanol (2:3:3:2)) menghasilkan 127 eluat, yang kemudian
difraksinasi denagn KLT menghasilkan 3 kelompok fraksi. Ketiga kelompok fraksi
tersebut diuji untuk triterpenoid dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Hasil
uji triterpenoid ketiga kelompok fraksi tersebut dipaparkan pada Tabel 1.
Tabel
1. Hasil uji triterpenoid
Fraksi
|
Berat (g)
|
Pereaksi LB
|
|
F1 (5-23) F2 (24-65) F3 (66-127)
|
0,10 1,22 0,05
|
Coklat Merah ungu Merah ungu
|
Fraksi yang dilanjutkan untuk analisis
lebih lanjut adalah fraksi F3. Uji kemurnian dengan analisis KLT menggunakan
beberapa fase gerak menghasilkan isolat relatif murni dengan satu noda pada
berbagai polaritas eluen yang digunakan. Hasil analisis dengan spektrofotometri
inframerah menunjukkan adanya serapan tajam pada daerah bilangan gelombang
2923,8 cm-1
dan 2852,2 cm-1 yang diduga serapan dari gugus C-H
alifatik stretching. Dugaan ini diperkuat oleh adanya serapan pada daerah
bilangan gelombang 1464,4 cm-1 dan 1206,5 cm-1 yang merupakan
serapan dari -CH2 dan –CH3 bending. Pita serapan yang tajam pada daerah
bilangan gelombang 1710,4 cm-1 dengan intensitas kuat
mengidentifikasikan gugus karbonil (C=O) (Sastrohamidjojo, 1985). Identifikasi
dengan spektrofotometri ultra violet -tampak menunjukkan serapan maksimum pada
panjang gelombang 228,5 nm yang kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya
transisi elektrón n-0 * dari kromofor C=O. Hal ini didukung hasil
analisis spektrofotometri inframerah yang menunjukkan isolat mempunyai gugus
fungsi C=O pada panjang gelombang 1710,4 nm. Serapan ultra violet yang landai
pada panjang gelombang 287,7 nm kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya
transisi elektronik n -J * dari ikatan rangkap C=O (Sastrohamidjojo,
1985).
Hasil uji aktivitas antibakteri
menunjukkan bahwa isolat triterpenoid (F3) dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki
potensi menghambat pertumbuhan bakteri dengan diameter daerah hambat sebesar 10
mm untuk bakteri E. coli dan 7 mm untuk bakteri S. aureus.
2. Dengan cara yang sama cari tehnik isolasi tentang senyawa terpenoid,
jelaskan dasar ilmiah penggunaan pelarut dan tehnik-tehnik isolasi dan purifikasi.
Misalnya dg pelarut etanol dilakukan kromatografi.
Jawab:
Daun mimba dipercaya masyarakat dapat
menolak hinggapan nyamuk Aedes aegypti, sehingga dapat
digunakan sebagai repellent. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan aktifitas repellent fraksi
n-heksan ekstrak etanolik daun mimba terhadap nyamuk Aedes aegypti, dan
mengidentifikasi senyawa golongan terpenoid dalam fraksi nheksan tersebut.
Ekstrak etanolik daun mimba dibuat dengan
menggunakan metode Maserasi dan selanjutnya difraksinasi dengan
menggunakan pelarut n-heksan. Fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba konsentrasi 10, 20,
40% dalam pelarut etanol dioleskan pada pergelangan tangan bagian atas hingga
ujung jari dan kemudian dimasukkan ke dalam sangkar nyamuk. Tiap sangkar nyamuk
berisi 30 ekor nyamuk Aedes aegypti betina berumur 3-5 hari yang telah dipuasakan
selama 24 jam. Pengujian dihentikan apabila terdapat hinggapan nyamuk untuk pertama
kalinya. Data yang diperoleh berupa rata-rata waktu penolakan terhadap hinggapan
nyamuk. Analisa statistik dilakukan terhadap data
waktu penolakan menggunakan uji
Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney pada taraf kepercayaan 95%.
Identifikasi senyawa aktif golongan terpenoid dilakukan dengan menggunakan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi
n-heksan ekstrak etanolik daun mimba mengandung senyawa aktif golongan
terpenoid. Pada konsentrasi 20 dan 40%, fraksi n-heksan tersebut memiliki
aktivitas sebagai repellent karena dapat menolak hinggapan nyamuk Aedes aegypti secara
berturut-turut selama 329 dan 915 detik (5,48 dan15,25 menit). Kata kunci : Repellent, fraksi
n-heksan ekstrak etanolik daun mimba, Aedes aegypti
PENDAHULUAN
Angka kejadian penyakit demam berdarah
(DBD) meningkat secara dramatis dalam 10 tahun belakangan ini. Demam
Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes
aegypti (Satari dan Meiliasari, 2004). Saat ini, belum ada obat atau vaksin yang terbukti
efektif mengobati demam berdarah. Salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit
ini adalah dengan mencegah transmisi virus dengue penyakit yang ditularkan oleh
serangga (Misni, dkk., 2008), yaitu dengan menggunakan repellent serangga. Repellent
adalah suatu senyawa yang beraksi secara
lokal, atau pada jarak tertentu yang
mempunyai kemampuan mencegah antropoda (termasuk nyamuk) untuk terbang, mendarat
atau menggigit pada permukaan kulit manusia (Nerio, dkk., 2010). Penularan
DBD hanya terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes yang didalam sungutan ada virus demam
berdarahnya (Nadesul, 2007). Hanya jenis betinanya saja yang menghisap darah
manusia dan menularkan virus dengue ke dalam tubuh manusia. Salah satu upaya pencegahan yang dapat
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan adalah dengan menggunakan
bahan alami yang terdapat disekitar kita. Salah satu tanaman 25 yang bisa digunakan sebagai insektisida
adalah tanaman mimba. Salah satu komponen aktif dalam biji dan daun mimba adalah
senyawa golongan terpenoid azadirachtin yang diyakini memiliki daya bunuh terhadap
serangga (Oesman dan Rukmana, 2002). Beberapa penelitian terdahulu
menyimpulkan bahwa minyak atsiri dan senyawa
golongan terpenoid memiliki aktivitas repellent
terhadap serangga. Ekstrak kulit buah jeruk nipis dalam sediaan lotion dengan
konsentrasi 55% mengandung senyawa golongan terpenoid dan dapat menolak nyamuk Aedes
aegypti selama 36 menit 1 detik (Tesaviani, 2009). Pada penelitian Choi, dkk. (2002),
minyak atsiri Thymus vulgaris (thyme) memiliki potensi aktivitas repellensia.
Pada konsentrasi 0,05%, minyak atsiri tersebut dapat menolak hinggapan nyamuk sebesar
91%. minyak atsiri T.vulgaris (thyme) memiliki kandungan 5 monoterpen yaitu
thymol, p-cymene, carvacrol, linalool dan α-
terpentine. Monoterpen α-terpinene
memiliki aktifitas repellent yang cukup poten dengan efek perlindungan terhadap
hinggapan nyamuk Culex pipiens pallens sebesar 97 % pada konsentrasi 0,05 %. Pada
penelitian Jebanesan dan Rajkumar ( 2005), minyak atsiri dari tanaman Moschosma
polystachyum pada konsentrasi 4% memberikan perlindungan 332,2 menit terhadap gigitan
nyamuk Culex quinquefasciatus. Minyak atsiri Solanum xanthocarpum pada konsentrasi 8%
memberikan perlindungan 311,4 menit. Minyak atsiri tersebut mengandung
terpenoid yang dapat menghasilkan aktivitas repellent. Berdasarkan literatur di
atas, penelitian ini mencoba untuk melihat apakah
fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun
mimba yang diduga kaya akan senyawa aktif golongan terpenoid memiliki aktivitas repellent
terhadap nyamuk Aedes aegypti, sehingga ekstrak daun mimba diharapkan
dapat digunakan sebagai repellent.
METODOLOGI
Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini berupa : daun mimba (kebun
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta); Nyamuk Aedes aegypti betina,
umur 3-5 hari (Laboratorium Parasitologi
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta); Soffel® dan bahan kimia
lainnya (pharmaceutical grade) seperti etanol 70
%, n-heksan, terpineol, toluene, etil
asetat, silica gel 60 F254, vanilin asam sulfat.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan diantaranya
adalah : seperangkat alat gelas, oven
automatic thermo
controller (mammert,
type: IL-70-110/220 Volt max 3A 50/60),
timbangan elektronik (AND GE 600 Japan),
stopwatch, aspirator, sangkar nyamuk
berukuran 22 x 22 x 22 cm, pengayak
serbuk no. 40., water bath (Memmert).
Jalannya Penelitian
1. Determinasi Tanaman
Mimba
Daun mimba diperoleh dari kebun Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Proses determinasi tanaman
mimba (Azadirachta indica A.Juss) dilakukan
di Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta dengan mengacu pada buku Flora
of Java karangan Backer dan Van De
Brink (1968).
2. Pengumpulan Simplisia
Daun mimba dikumpulkan pada saat daun
mimba mulai menua, dengan parameter daun yang berwarna hijau tua.
Daun mimba dicuci dengan air sampai bersih 26 untuk menghilangkan pengotor lain yang
melekat pada daun, kemudian ditiriskan agar terbebas dari air cucian (Depkes RI,
1985).
3. Pembuatan Fraksi
N-heksan Ekstrak Etanolik Daun Mimba
Daun mimba segar seberat 8,5 kg yang
telah bersih, dikeringkan dalam oven
dengan pengaturan suhu ± 50 C,
selanjutnya diserbuk sehingga didapatkan serbuk halus
daun mimba sebanyak 1 kg. Serbuk
selanjutnya dimaserasi dengan pelarut etanol 70 %.
Sisa pelarut ekstrak etanolik daun mimba
dikeringkan dengan cara diuapkan di atas
waterbath pada suhu 50 C. Ekstrak
etanolik kental daun mimba yang didapatkan adalah
seberat 187 gram. Selanjutnya, ekstrak
kental ini disuspensikan dengan menggunakan air
sebanyak 187 mL dan difraksinasi dengan
pelarut n-heksan (1:1). Fraksinasi dilakuan
sebanyak tiga kali. Fraksi n-heksan
ekstrak etanolik daun mimba yang didapatkan
adalah sebanyak 20,12 gram.
4. Uji Aktivitas Repellent
Uji aktivitas repellent fraksi
n-heksan ekstrak etanolik daun mimba dilakukan
dengan metode Fradin dan Day (2002) yang
dimodifikasi. Sebelum pengujian, dilakukan
penyiapan sangkar nyamuk berukuran (22 x
22 x 22) cm yang berisi 30 ekor nyamuk
Aedes Aegypti yang berumur 3-5 hari
dan telah dipuasakan selama 1 hari. Setiap
percobaan menggunakan nyamuk Aedes
aegypty yang belum pernah dipakai untuk uji
aktifitas repellant senyawa uji.
Data penelitian berupa total waktu penolakan senyawa uji
terhadap hinggapan nyamuk Aedes
aegypti (detik). Tangan yang sudah diolesi senyawa
uji dimasukkan ke dalam sangkar nyamuk
selama 1 menit setiap 1 menit sampai 20
menit, apabila nyamuk belum ada yang
hinggap, maka tangan dimasukkan kembali ke
dalam sangkar nyamuk selama 1 menit setiap
15 menit. Apabila nyamuk juga belum ada
yang hinggap, maka selanjutnya tangan
dimasukkan kembali ke dalam sangkar nyamuk
selama 1 menit setiap 1 jam. Dari setiap
percobaan tersebut dicatat waktu gigitan pertama
kali. Pada penelitian ini, dilakukan replikasi
sebanyak tiga kali dan menggunakan 3
orang probandus yang berumur 19-26 tahun.
Kelompok perlakuan (senyawa uji) dibagi
menjadi lima kelompok. Kelompok I
merupakan kelompok kontrol negatif (KN),
kulit punggung telapak tangan probandus
hanya diolesi dengan etanol 70 %.
Kelompok II adalah kelompok kontrol positif (KP),
kulit punggung telapak tangan probandus
diolesi dengan lotion Sofel® yang mengandung
DEET 13 %. Kelompok III-V merupakan
kelompok senyawa uji (F1, F2 dan F3) dengan
konsentrasi fraksi n-heksan ekstrak
etanolik daun mimba berturut-turut sebanyak 10%,
20% dan 40%.
5. Identifikasi Senyawa
Aktif Golongan Terpenoid
Identifikasi senyawa aktif golongan
terpenoid daun mimba dilakukan pada
ekstrak etanolik daun mimba dan fraksi
n-heksan dengan menggunakan teknik
kromatografi lapis tipis (KLT). Fase diam
yang digunakan adalah silica gel F254 dan
sebagai fase gerak digunakan pelarut
toluene : etil asetat (93:7). Sebagai penampak
bercak digunakan vanillin asam sulfat,
sinar UV 254 nm dan 366 nm. Ekstrak etanolik
dan fraksi n-heksan mimba dinyatakan
mengandung senyawa aktif golongan terpenoid
apabila memberikan warna merah violet
dengan penampak bercak vanillin asam sulfat.
Selanjutnya, nilai Rf pada bercak yang
berwarna merah violet ini dihitung (Wagner,
1984). Sebagai pembanding digunakan
terpineol.
27
6. Analisa Data
Data penelitian berupa total waktu
penolakan senyawa uji terhadap nyamuk yang
hinggap (detik) dan profil KLT pada uji
identifikasi senyawa aktif golongan terpenoid.
Senyawa uji dinyatakan memiliki efek
repellent apabila data total lama waktu penolakan
terhadap hinggapan nyamuk aedes
aegypti kelompok senyawa uji lebih lama
dibandingkan kelompok kontrol. Uji
statistik yang digunakan adalah uji Kruskal-Wallis
dan Uji Mann-Withney pada taraf
kepercayaan 95%. Data profil KLT pada identifikasi
senyawa aktif golongan terpenoid pada
ekstrak etanolik dan fraksi n-heksan ekstrak
etanolik daun mimba dibahas secara
deskriptif.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Uji Aktivitas Repellent
Fraksi n-Heksan Ekstrak Etanolik Daun Mimba
Uji aktivitas repellent dari
senyawa uji dilakukan dengan mengamati total lama
waktu penolakan terhadap hinggap nyamuk
pada pemukaan tangan probandus. Pada
pengujian ini tangan probandus tidak
dimasukkan ke dalam sangkar terus menerus,
melainkan dengan interval waktu tertentu.
Hal ini dikarenakan pemejanan secara terus
menerus akan mengakibatkan nyamuk
kelelahan serta menginduksi blockade dari antena
kemoreseptornya, hal tersebut akan
menyebabkan penolakan nyamuk untuk mengigit.
Selama pengujian tangan probandus tidak
boleh ditambah dengan senyawa uji, tidak
boleh dicuci dan tidak boleh melawan
apabila ada nyamuk yang akan hinggap. Data total
waktu lama penolakan terhadap hinggapan pertama nyamuk Aedes
aegypti pada tangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata waktu penolakan terhadap
hinggapan nyamuk Aedes aegypti yang
paling cepat terlihat pada kelompok kontrol
negatif, sedangkan yang paling lama dicapai
adalah pada kelompok kontrol positif
(Soffel®), dengan rata-rata total waktu
penoloakan sebesar 4527 detik (1 jam 15,45
menit). Pada penelitian ini, fraksi
n-heksan ekstrak etanolik daun mimba konsntrasi 20%
dan 40% terlihat mempunyai aktifitas repellent
karena menolak hinggapan nyamuk
selama 329,3 detik (5,48 menit) dan 915
detik (15,25 menit). Aktifitas repellent fraksi nheksan
ekstrak etanolik daun mimba jauh lebih
kecil dibandingkan dengan Soffel® dan perbedaan tersebut bermakna secara
statistik (p<0,05). Peningkatan konsentrasi fraksi nheksan ekstrak etanolik daun mimba memperpanjang
efek repellent, karena dapat memperpanjang waktu penolakan terhadap
hinggapan nyamuk Aedes aegypti. Hal ini disebabkan karena kandungan senyawa aktif
yang lebih tinggi dalam fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun mimba.
Dietiltoluamide (DEET) merupakan repellent
sintesis yang memiliki spektrum
luas dan telah digunakan secara luas di
Eropa dan Amerika Serikat setelah diperkenalkan
pada tahun 1950-an. Akan tetapi, penggunaan
DEET jangka panjang dilaporkan telah
menimbulkan berbagai efek samping yang
merugikan, diantaranya adalah hipotensi,
terganggunya sistem pernafasan, depresi
SSP, dan terkadang mengakibatkan kematian.
Penggunaan secara topical terkadang dapat
menimbulkan reaksi setempat, seperti
urtikaria dan kontak dermatitis (Goodyer
dan Behrens, 1998). Oleh karena itu, beribu
tamanan telah diuji sebagai sumber
potensial senyawa repellent. Tanaman yang
mengandung minyak atsiri dilaporkan
mempunyai aktifitas sebagai repellent termasuk
citronella, pohon pinus, verbena,
pennyroyal, geranium, lavender, mimba, buah pinus,dll. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun
mimba memiliki aktivitas repellent terhadap
nyamuk Aedes aegypti betina dalam kondisi
laboratorium. Hasi identifitaksi
menunjukkan bahwa, fraksi n-heksan ekstrak etanolik
daun mimba mengandung senyawa aktif
golongan terpenoid. Aktfitas repellent ekstrak
etanolik daun mimba jauh lebih kecil
dibandingkan dengan DEET. Hal ini diakibatkan
karena senyawa aktif yang bertanggung
jawab diduga kuat adalah senyawa golongan
terpenoid. Senyawa golongan ini relatif
lebih mudah menguap dan cepat hilang dari
tempat aplikasi. Seperti halnya aktifitas
repellent dari minyak atsiri yang umumnya
merupakan senyawa monoterpen dan
sesquiterpen memiliki aktifitas penolakan terhadap
hinggapan nyamuk yang rendah dan efek
tersebut relatif cepat hilang. Senyawa
monoterpen yang telah terbukti memiliki
efek repellent terhadap nyamuk diantaranya
adalah α–pinen, cineol, eugenol,
limonene, terpinolen, citronellol, citronellal, camphor
dan timol. Begitu juga dengan senyawa
sesquiterpen, seperti β–cariopillen (Nerio, dkk., 2010).
Banyak faktor yang berperan dalam
menentukan efektifitas repellent, diantaranya
adalah frekuensi dan pemakian yang tidak
merata, jumlah dan jenis organisme yang akan
menggigit, ketertarikan
serangga/anthropoda penghisap darah terhadap individu, dan
aktifitas calon individu potensial yang
akan menjadi korban. Pengikisan oleh pakaian,
penguapan dan absorpsi melalui permukaan
kulit, tercuci karena keringat atau air hujan,
temperatur yang tinggi dan kecepatan
aliran angin di lingkungan akan mengurangi
efektifitas repellent. Saat ini repellent
yang tersedia harus diaplikasikan pada seluruh area
permukaan kulit yang terbuka. Kulit yang
tidak terlindungi beberapa centimeter saja dari
area yang dioleskan dengan repellent dapat
diserang oleh nyamuk yang dalam kondisi
lapar Repellent botani yang lebih
lama adalah soybean oil dapat memberikan proteksi
terhadap nyamuk selama 3,5 jam. Sebuah repellent
dikatakan ideal apabila repellent
29 tersebut memiliki daya repellent terhadap
banyak spesies, efektif selama 8 jam, tidak
menyebabkan iritasi, tidak bersifat
toksis secara sistemik, tidak mudah hilang di kulit,
tidak lengket dan tidak meninggalkan bau
yang mengganggu (Fradin, 1998).
Identifikasi Senyawa
Golongan Terpenoid
Identifikasi senyawa aktif daun mimba
dilakukan 2 kali yaitu pada ekstrak etanol
daun mimba dan fraksi n-heksan ekstrak
etanolik daun mimba. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui kandungan senyawa kimia
yang terdapat dalam daun mimba yang
memiliki potensi sebagai repellent terhadap
nyamuk Aedes aegypti. Identifikasi senyawa
aktif dalam ekstrak etanolik daun mimba
dan fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun
mimba hanya senyawa terpenoid saja karena
yang diduga sebagai repellent pada daun
mimba.
Identifikasi dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis (KLT). Fase diam yang
digunakan adalah silikagel 60 F254 dan
fase gerak campuran toluen dan etil asetat dengan
perbandingan 93:7. Pembandingnya
menggunakan terpineol dan yang digunakan sebagai
penampak bercak adalah pereaksi vanilin
asam sulfat. Pengamatan bercak dilakukan di
bawah sinar UV 254, 365 nm dan sinar
visible (Wagner, 1984). Hasil kromatogram dapat
dilihat pada Gambar 2.
A B
Gambar 2. Kromatogram
identifikasi senyawa aktif golongan terpenoid dalam (A)
ekstrak etanolik daun
mimba, (B) fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun
mimba
Hasil kromatogram ekstrak etanolik daun
mimba dan fraksi n-heksan ekstrak
etanolik daun mimba di bawah sinar UV 254
nm menunjukkan bercak berwarna hijau
kehitaman, dan pada pengamatan di bawah
sinar UV 365 nm terlihat bercak berwarna
biru muda. Pengamatan bercak di bawah
sinar visibel menghasilkan lebih dari satu
bercak berwarna merah violet. Warna
bercak tersebut menyerupai warna bercak
pembanding yang digunakan (terpeneol).
Bercak terpenoid ekstrak etanolik daun
mimba terdeteksi dengan nilai Rf pada
0.19 ; 0.40 ; 0.85 ; 0.98. Pada fraksi
n-heksan ekstrak etanolik daun mimba, bercak
terpenoidnya terdeteksi dengan nilai Rf
sebesar 0.40 ; 0.58 ; 0.82 ; 0.98. Hasil tersebut
mendekati bercak terpineol. Hal ini
menunjukan di dalam ekstrak etanolik daun mimba
dan fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun
mimba terdapat berbagai senyawa terpenoid
yang diduga kuat memiliki aktivitas repellent terhadap
nyamuk Aedes aegypti.
Dasar penggunaan pelarut n-Heksana
1. Fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun
mimba memiliki aktivitas repellent terhadap
nyamuk Aedes aegypti.
2. Waktu penolakan paling lama yang
dimiliki oleh fraksi n-heksan ekstrak etanolik
daun mimba terhadap nyamuk Aedes
aegypti adalah pada konsentrasi 40% dengan
rata-rata waktu 915 detik (15,25 menit).
3. Fraksi n-heksan ekstrak etanolik daun
mimba mengandung senyawa aktif golongan
terpenoid yang diduga kuat sebagai salah
satu senyawa aktif yang bertanggung
jawab terhadap aktifitas repellent daun mimba.
www.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/.../459
3. Pelajari cara biosintesis suatu terpenoid.
Identifikasilah sekurang-kurangnya lima jenis reaksi organic yang terkait dengan
biosintesis tersebut dan jelaskan reaksinya?
Jawab:
Secara umum biosintesa dari terpenoid
dengan terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:
1.
Pembentukan
isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2.
Penggabungan
kepala dan ekor dua unit isoprene akan membentuk mono-, seskui-, di-. sester-,
dan poli-terpenoid.
3.
Penggabungan
ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid.
Mekanisme dari tahap-tahap reaksi
biosintesis terpenoid adalah asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A
melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat.
Senyawa
yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol
menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalinat,
reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforialsi, eliminasi asam fosfat dan
dekarboksilasimenghasilkan isopentenil
(IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetil alil piropospat (DMAPP)
oleh enzim isomeriasi. IPP sebagai unti isoprene aktif bergabung secara kepala
ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari
polimerisasi isoprene untuk menghasilkan terpenoid.
Penggabungan
ini terjadi karena serangan electron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom
karbon dari DMAPP yang kekurangan electron diikuti oleh penyingkiran ion
pirofosfat yang menghasilkan geranil.pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi
semua senyawa monoterpenoid.
Penggabungan
selanjutnya antara satu unti IPP dan GPP dengan menaisme yang sama menghasilkan
Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa
seskuiterpenoid. Senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil Pirofosfat
(GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unti IPP dan GPP dengan
mekanisme yang sama. Mekanisme biosintesa senyawa terpenoid adalah sebagai
berikut:
Gambar
2 Mekanisme Biosintesa Senyawa Terpenoid (http://nadjeeb.wordpress.com)
yustikaforict.files.wordpress.com/.../terpenoid12.doc
4. Dari persamaan reaksi berikut ini dapat dilihat bahwa
pembentukan senyawa-senyawa monoterpen dan senyawa terpenoid berasal dari
penggabungan 3,3 dimetil alil pirofosfat dengan isopentenil pirofosfat.
5.
Reaksi siklisasi skualen 2, 3-epoksida
4. Salah
satu bioaktivitas terpenoid berhubungan dengan hormone laki-laki dan perempuan,
jelaskan gugus fungsi yang mungkin berperan sebagai hormone baik pada
testosterone dan estrogen. Misalnya pada hormone testosterone itu yang paling aktif.
Jawab :
Materi Pengantar Steroid adalah senyawa
organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat dihasil
reaksi penurunan dari terpena atau skualena. Steroid merupakan kelompok
senyawa yang pentingdengan struktur dasar sterana jenuh (bahasa Inggris:
saturated tetracyclic hydrocarbon : 1,2-cyclopentanoperhydrophenanthrene)
dengan 17 atom karbon dan 4 cincin. Senyawa yangtermasuk turunan steroid,
misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan estrogen. Padaumunya steroid
berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri dari
17atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin
siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain
terletak pada gugus fungsional yang diikat olehke-empat cincin ini dan tahap
oksidasi tiap-tiap cincin.Lemak sterol adalah bentuk khusus dari steroid dengan
rumus bangun diturunkan dari kolestanadilengkapi gugus hidroksil pada atom C-3,
banyak ditemukan pada tanaman, hewan dan fungsi.Semua steroid dibuat di dalam
sel dengan bahan baku berupa lemak sterol, baik berupa lanosterol pada hewan
atau fungsi, maupun berupa sikloartenol pada tumbuhan. Kedua jenislemak sterol
di atas terbuat dari siklisasi squalena dari triterpena. Kolesterol adalah
jenis lainlemak sterol yang umum dijumpai.Beberapa steroid bersifat anabolik,
antara lain testosteron, metandienon, nandrolon dekanoat, 4-androstena-3
17-dion. Steroid anabolik dapat mengakibatkan sejumlah efek samping
yang berbahaya, seperti menurunkan rasio lipoprotein densitas tinggi, yang
berguna bagi jantung,menurunkan rasio lipoprotein densitas rendah, stimulasi
tumor prostat, kelainan koagulasi dangangguan hati, kebotakan, menebalnya
rambut, tumbuhnya jerawat dan timbulnya payudara pada pria. Secara
fisiologi, steroid anabolik dapat membuat seseorang menjadi agresif.2.2.
Struktur Senyawa Steroid dan Kereaktifannya
Testosteron adalah hormon steroid dari
kelompok androgen.
Penghasil utama testosteron adalah testis pada jantan dan indung telur (ovari) pada betina, walaupun
sejumlah kecil hormon ini juga dihasilkan oleh zona retikularis korteks kelenjar
adrenal. Hormon ini merupakan hormon seks jantan utama dan merupakan steroid anabolik. Baik
pada jantan maupun betina, testoren memegang peranan penting bagi kesehatan.
Fungsinya antara lain adalah meningkatkan libido, energi, fungsi imun, dan
perlindungan ada terhadap osteoporosis. Secara rata-rata, jantan dewasa
menghasilkan testosteron sekitar dua puluh kali lebih banyak daripada betina
dewasa.
Struktur testosterone
Estrogen
Estrogens
(oestrogens) adalah sekelompok senyawa steroid, diambil dari nama struktur
utama yaitu cincin estrous dan fungsi utamanya adalah sebagai hormon sex
wanita. Seperti hormon steroid, estrogen dapat berdifusi melewati membran sel
dan di dalam sel berinteraksi dengan reseptor estrogen. Estrogen dapat
mengaktivasi G protein-coupled receptor (GPR30). Walaupun terdapat baik dalam
tubuh pria maupun wanita, kandungannya jauh lebih tinggi dalam tubuh wanita
usia subur. Hormon ini menyebabkan perkembangan dan mempertahankan tanda-tanda
kelamin sekunder pada wanita,
Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain
terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap
oksidasi tiap-tiap cincin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar