Jumat, 29 November 2013

PENENTUAN STRUKTUR FLAVONOID


Tanaman temu ireng (Curcumaaeruginosa Roxb) dari family Zingiberaceae merupakan salah satu dari sekian banyak tanaman obat tradisional yang ada di Indonesia. Tumbuhan ini menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol, disamping minyak atsiri. Ikan (1969) menggolongkan flavonoid menjadi 11 kelas seperti
ditunjukkan Gambar 1. Semua kelas ini mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatis yang dihubungkan oleh
satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Perbedaan tingkat oksidasi –C3- penghubung inilah yang menjadi dasar penggolongan jenis flavonoid. Modifikasi flavonoid lebih lanjut mungkin terjadi pada berbagai tahap dan menghasilkan penambahan (atau pengurangan) hidroksilasi, metilasi gugus hidroksi inti flavonoid, isoprenilasi gugus hidroksi atau inti flavonoid, metilenasi gugus orto-hidroksi, dimerisasi (pembentukan) biflavonoid, pembentukan bisulfat, dan terpenting glikosilasi
gugus hidroksi (pembentukan flavonoid O-glikosida




orto-hidroksi, dimerisasi (pembentukan) biflavonoid, pembentukan bisulfat, dan terpenting glikosilasi gugus hidroksi (pembentukan flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid (pembentukan flavonoid Cglikosida)( Markham, 1988). Flavonoid terdapat pada semua bagian
tumbuhan hijau, seperti pada: akar, daun, kulit kayu, benang sari, bunga, buah dan biji buah.
Sedangkan pada hewan hanya dijumpai pada kelenjar bau berang-berang, "sekresi lebah"
(propolis) dan dalam sayap kupu-kupu (Harborne,1987). Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak, antara lain sebagai reduktor. Beberapa flavonoid dalam makanan mempunyai efek antihipertensi. Isoflavan tertentu merangsang pembentukan estrogen pada mamalia (Robinson, 1995). Isoflavon juga dapat berfungsi sebagai antifungal dan insektisidal. Dan pada pembahasan kali ini yaitu penentuan struktur flavonoid pada tumbuhan flavonoid yang dijelaskan sebagai berikut :

Bahan dan alat
Bahan penelitian yang digunakan adalah rimpang temu ireng yang berasal dari Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Sedangkan pelarut yang digunakan adalah petroleum eter p.a (E Merck), kloroform p. a (BDH), n-butanol, p.a. (E Merck), dan metanol p.a (E Merck). Untuk uji warna digunakan ammonium hidroksida (Baker analized reagent), vanilin, HCl (E  Merck), AlCl3 (E Merck), FeCl3(E Merck), dan Shinoda test. Selain itu digunakan bahan lain yaitu: plat TLC SG 60 F254(E Merck), Silika Gel Kieselgel 60, 43-60 μm (230-400 mesh ASTM: E Merck).
Alat yang digunakan untuk penelitian ini berupa seperakat alat ekstraksi Soxhlet, pemanas mantel, evaporator Buchii, kolom kromatografi, lampu UV (Camac UV-cabinet II), bejana pengembang, spektrofotometer UV-Vis (UV, Milton Roy- Spectronic-300-Array), spektrofotometer infra merah (IR, Shimadzhu FTIR-8201 PC) dan kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS, Shimadzu QP-5000)..

Isolasi flavonoid
Rimpang temu ireng sebanyak 1 g dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah etanol 25 mL,
kemudian dipanaskan sampai mendidih dan dilanjutkan dengan penyaringan. Filtrat yang
diperoleh diuapkan, sampai volume pelarut tinggal setengahnya. Adanya flavonoid diuji dengan Shinoda Tes. Tahap selanjutnya adalah mengangin-anginkan rimpang temu ireng pada suhu kamar sampai kering. Rimpang kering dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dilakukan secara berturutan menggunakan pelarut petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing selama 8 jam. Hasil ekstraksi berupa ekstrak petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing dilakukan uji warna untuk flavonoid. Ekstrak yang positif mengandung flavonoid kernudian ditentukan
eluen yang sesuai untuk langkah selanjutnya yaitu kromatografi kolom. Penentuan eluen pada ekstrak petroleum eter (PE) dilakukan dengan menggunakan eluen PEkloroform pada berbagai perbandingan volume. Untuk ekstrak kloroform, eluen yang digunakan adalah kloroform-etil asetat pada berbagai perbandingan volume. Sedangkan pada ekstrak nbutanol digunakan eluen etil asetat-metanol pada berbagai perbandingan volume. Ekstrak methanol tidak dicari eluen yang sesuai. Persiapan pertama kromatografi kolom adalah memanaskan silika gel pada suhu 1600C selama 3 jam kemudian didinginkan. Setelah dingin, silica dibuat bubur dan dimasukkan dalam kolom, lalu dibiarkan semalam. Ekstrak pekat dilarutkan dalam eluen yang
kurang polar dan dimasukkan kolom menggunakan pipet. Sampel dibiarkan turun sampai permukaannya hampir “terbuka”, kemudian ditambah eluen pelan-pelan sampai mendapat eluen yang tidak berwarna pada permukaan penyerap. Langkah selanjutnya ditambah eluen, dengan laju elusi 20 tetes/menit. Setiap 2 mL eluat, ditampung dalam botol sampel. Untuk pembagian fraksi, masing-masing botol dianalisis secara fisika menggunakan sinar UV-VIS
pada λ = 254 nm dan λ = 366 nm dan TLC, serta secara kimia menggunakan uji warna. Fraksi
tunggal yang mempunyai harga Rf sama dan uji fisika serta kimia sama dikumpulkan, dan
pelarutnya diuapkan. Selanjutnya dilakukan identifikasi struktur untuk menggunakan
spektrofotometer UV-VIS, IR dan GC-MS. Identifikasi struktur flavonoid  yang terkandung dalam ekstrak PE dilakukan dengan alat spektrofotometer UV-Vis, IR dan GC-MS. Analisis dengan spektrofotometer UV-VIS berguna dalam menentukan golongan senyawa flavanoid. Analisis penting lainnya adalah menggunakan spektrofotometer IR untuk menentukan gugus fungsional dalam suatu senyawa, dilanjutkan analisis spektra GC-MS untuk menentukan struktur senyawa tersebut. Hasil analisis dengan spektrofotometer UV dan IR menunjukkan bahwa hanya f2, f4 dan f9 yang merupakan isoflavon. Karena diduga bahwa senyawa aktif dalam rimpang temu ireng adalah isoflavon, maka identifikasi struktur lebih lanjut hanya dilakukan pada fraksi f2, f4 dan f9.


Identifikasi struktur flavonoid fraksi f2
Spektrum UV-VIS fraksi f2 seperti pada Gambar 2 bentuknya sama dengan bentuk spektrum
isoflavon (Markham, 1988). Gambar spektrum UVVis ini memperlihatkan adanya panjang gelombang maksimum pada 207 nm dan bahu pada 250 nm- 300 nm. Adanya satu puncak serapan maksimum dan bahu memberi petunjuk bahwa fraksi f2 mengandung senyawa isoflavon




Analisis selanjutnya menggunakan spektrofotometer IR untuk menentukan gugus fungsional senyawa yang berada pada fraksi f2 ditunjukkan oleh Gambar 3.


Spektrum infra merah f4, seperti ditunjukkan oleh Gambar 7 dapat diterangkan sebagai berikut: Pita kuat tajam pada 1712,7 cm-1 adalah karakteristik untuk gugus karbonil. Pita pada 3020,3 cm-1 dari =C-H str diperkuat oleh pita-pita pada 1558,4 cm-1 memberi petunjuk adanya gugus aromatis, sedangkan serapan tajam pada 1652,9 cm-1 berasal dari gugus vinyl. Serapan berupa pita pada 2927,7 cm-1 dan 2871,8 cm-1 diperkuat oleh pita pada 1458 cm-1 dan 1363,6 cm-1 yang berasal dari gugus alkyl yaitu metal. Pita yang paling kuat yaitu pada 1215,1 cm-1 memberi keterangan yang jelas tentang adanya gugus C-O. Dari seluruh keterangan yang diperoleh dalam analisis spektrum infra merah f4 dapat disimpulkan
bahwa senyawa mempunyai gugus aromatis, C=O, - C-O dan paling sedikit satu gugus –CH3.
Analisis struktur lebih lanjut dilakukan dengan alat GC-MS, diperoleh kromatogram fraksi f4.
Identifikasi struktur dilakukan terhadap 1 puncak utama yang diperkirakan berasal dari flavonoid. Hasil spektra massa fraksi f4 disajikan pada Gambar 8.



Dari spektra Gambar 8 terlihat bahwa m/z terbesar adalah 281, yang berarti bukan ion
molekul, karena m/z-nya ganjil. Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, maka spektra ini berasal dari isaoflavon dengan subtituen 2 gugus metoksi. Ion molekul tidak terdeteksi karena tidak stabil. Spektra mempunyai puncak dasar pada m/z = 163, dengan puncak-puncak lain pada m/z 281, 232, 149, 133, dan lain-lain. Fragmentasi senyawa ini disajikan Gambar 9.


Identifikasi struktur flavonoid fraksi f9  Analisis terhadap spektrum UV-Vis fraksi f9 memperlihatkan serapan maksimum dan bahu seperti disajikan Gambar 10, sehingga diduga fraksi f9 adalah isoflavon.



Analisis lebih lanjut dilakukan dengan spectra infra merah ditunjukkan Gambar 11. Berdasarkan spektrum tersebut diperoleh keterangan sebagai berikut: Pita kuat dan tajam pada 1710,7 cm-1 karakteristik gugus karbonil. Serapan berupa pita melebar pada 3415,7 cm-1 menyatakan adanya gugus hidroksi (-OH) diperkuat oleh anya gugus –CO pada 1300 cm -1 – 1000 cm-1, yang juga berasal dari gugus eter.
Gambar

aromatic, yang didukung oleh pita-pita antara 1600 cm-1 dan 1500 cm-1. Sedangkan pita-pita antara 3000 cm-1 dan 2800 cm-1 adalah berasal dari gugus alkyl. Adanya pita-pita pada 1467,7 cm-1 dan 1382,9 cm-1 menyatakan bahwa gugus tersebut adalah metal. Hal ini dapat disimpulkan bahwa fraksi f9 mempunyai gugus aromatik, -OH, eter dan –CH3.
Hasil kromatogram GC-MS fraksi f9 menunjukkan adanya 20 puncak, dengan puncak utama no. 20. Spektra GC-MS untuk puncak no. 20 seperti disajikan pada Gambar 12



Gambar 12. Spektra massa fraksi f9.
Spektra GC-MS fraksi f9 memberi petunjuk adanya limpahan sebagai puncak dasar pada m/z =
149 dan puncak-puncak lain pada m/z = 167, 132, 123 dan 104. Berdasarkan analisis dengan uji warna dan terhadap spektra UV-Vis, IR dan GC-MS, dapat disimpulkan bahwa fraksi f9 mengandung isoflavon dengan subtituen 2 gugus metoksi dan 1 gugus hidroksi. Keseluruhan fragmentasi spektra GC-MS untuk fraksi f9 disajikan pada Gambar 13.

Permasalahannya
Pada keterangan diatas sudah dijelaskan bahwa penentuan struktur flavonoid dapat menggunakan spectra IR,UV-Visdan GC-MS. Dan salah satunya yaitu , seperti ditunjukkan oleh Gambar 7 dapat diterangkan sebagai berikut: Pita kuat tajam pada 1712,7 cm-1 adalah karakteristik untuk gugus karbonil. Pita pada 3020,3 cm-1 dari =C-H str diperkuat oleh pita-pita pada 1558,4 cm-1 memberi petunjuk adanya gugus aromatis, sedangkan serapan tajam pada 1652,9 cm-1 berasal dari gugus vinyl. Serapan berupa pita pada 2927,7 cm-1 dan 2871,8 cm-1 diperkuat oleh pita pada 1458 cm-1 dan 1363,6 cm-1 yang berasal dari gugus alkyl yaitu metal. Pita yang paling kuat yaitu pada 1215,1 cm-1 memberi keterangan yang jelas tentang adanya gugus C-O. Dari seluruh keterangan yang diperoleh dalam analisis spektrum infra merah f4 dapat disimpulkan
bahwa senyawa mempunyai gugus aromatis, C=O, - C-O dan paling sedikit satu gugus –CH3.
Analisis struktur lebih lanjut dilakukan dengan alat GC-MS, diperoleh kromatogram fraksi f4.
Identifikasi struktur dilakukan terhadap 1 puncak utama yang diperkirakan berasal dari flavonoid
.
Pertanyaan
Pada penentuan sturuktur flavonoid memiliki pita serapan yang berbeda-beda. Yang ingin saya tanyakan bagaimana kita dapat mengetahui bahwa misalnya pada pita 1712,7 cm adalah karakteristik untuk gugus karbonil, pita 3020,3 cm dari C-H dst. Apakah pada setiap penentuan gugus pita serapannya sudah ditentukan ?

1 komentar:

  1. Menurut literatur yang saya baca, karakteristik yang ditunjukkan oleh pita serapan yang berbeda itu dapat diketahui dan diperoleh berdasarkan analisis yang digunakan contohnya pada penentuan struktur flavonoid meliputi beberapa analisis, antara lain yaitu:
    Spektroskopi Serapan Ultraviolet - Tampak (UV- Vis)
    digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasinya, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambah ”pereaksi geser ” . Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dengan pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri atas 2 maksima pada rentang 240– 280 nm (pita II) dan 300 – 550 nm (pita I). Selain itu, Spektrum ”NaOMe” merupakan spektrum flavonoid yang gugus hidroksil fenolnya sampai batas tertentu terionisasi. Kemudian, Spektrum ’AlCl3’ dan ’AlCl3 / HCl’ menunjukkan terbentuknya kompleks tahan asam antara gugus hidroksil dan keton yang bertetangga dan membentuk kompleks yang tak tahan asam dengan gugus orto-dihidroksil. Selanjutnya, Spektrum ’NaOAc/H3BO3’ untuk untuk mendeteksi ada atau tidaknya gugus 7-OH bebas menjembatani kedua gugus -OH pada gugus ortodihidroksi dan digunakan untuk mendeteksinya.
    Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI)
    Pada identifikasi flavanoid Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI – 1H )
    digunakan khas untuk :
    a. Penentuan pola oksigenasi (pada ketiga lingkar)
    b. Penentuan jumlah gugus metoksi (dan kedudukannya)
    c. Pembedaan isoflavon, flavonon, dan dihidroflavonol
    d. Penentuan jumlah gula yang ada (dan penentuan apakah ikatannya
    α – atau β )
    e. Pendeteksian rantai samping hidrokarbon seperti –CH3 yang terikat
    pada C dan prenil yang terikat pada C (atau O).
    Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI – 13 C)
    Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI – 13 C) digunakan khas untuk :
    a. Identifikasi gula yang terikat pada C- (dan O-)
    b. Penentuan titik ikatan antar glikosida
    c. Identifikasi penyulih asil dan titik asilasi
    d. Penentuan titik ikatan –C (misalnya pada C-glikosida, biflavonoid)
    kedudukan (geser kimia) dipengaruhi oleh penyulih yang berdekatan. Data pergeseran yang penting (untuk flavonoid) bila ada penyulih pada kedudukan ’C-1’, orto, meta, dan para.
    Spektroskopi massa
    Spektroskopi massa pada flavonoid digunakan khas untuk :
    a. Penentuan bobot molekul
    b. Menetapkan penyebaran penyulih pada cincin A dan cincin B
    c. Menentukan sifat dan titik ikatan gula pada C - dan Oglikosida flavonoid




    BalasHapus