Tanaman temu ireng (Curcumaaeruginosa
Roxb) dari family Zingiberaceae merupakan salah satu dari
sekian banyak tanaman obat tradisional yang ada di Indonesia. Tumbuhan
ini menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) mengandung saponin,
flavonoid, dan polifenol, disamping minyak atsiri. Ikan (1969)
menggolongkan flavonoid menjadi 11 kelas seperti
ditunjukkan Gambar 1.
Semua kelas ini mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun
dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatis yang dihubungkan oleh
satuan tiga karbon yang
dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Perbedaan tingkat oksidasi –C3-
penghubung inilah yang menjadi dasar penggolongan jenis flavonoid. Modifikasi
flavonoid lebih lanjut mungkin terjadi pada berbagai tahap dan menghasilkan penambahan
(atau pengurangan) hidroksilasi, metilasi gugus hidroksi inti flavonoid,
isoprenilasi gugus hidroksi atau inti flavonoid, metilenasi gugus orto-hidroksi,
dimerisasi (pembentukan) biflavonoid, pembentukan bisulfat, dan terpenting glikosilasi
gugus hidroksi
(pembentukan flavonoid O-glikosida
orto-hidroksi,
dimerisasi (pembentukan) biflavonoid, pembentukan bisulfat, dan terpenting
glikosilasi gugus hidroksi (pembentukan flavonoid O-glikosida) atau inti
flavonoid (pembentukan flavonoid Cglikosida)( Markham, 1988). Flavonoid
terdapat pada semua bagian
tumbuhan hijau, seperti
pada: akar, daun, kulit kayu, benang sari, bunga, buah dan biji buah.
Sedangkan pada hewan
hanya dijumpai pada kelenjar bau berang-berang, "sekresi lebah"
(propolis) dan dalam
sayap kupu-kupu (Harborne,1987). Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme
sangat banyak, antara lain sebagai reduktor. Beberapa flavonoid dalam makanan mempunyai
efek antihipertensi. Isoflavan tertentu merangsang pembentukan estrogen pada
mamalia (Robinson, 1995). Isoflavon juga dapat berfungsi sebagai antifungal dan
insektisidal. Dan pada pembahasan kali ini yaitu penentuan struktur flavonoid
pada tumbuhan flavonoid yang dijelaskan sebagai berikut :
Bahan dan alat
Bahan penelitian yang
digunakan adalah rimpang temu ireng yang berasal dari Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Sedangkan pelarut yang digunakan adalah petroleum eter p.a (E Merck), kloroform
p. a (BDH), n-butanol, p.a. (E Merck), dan metanol p.a (E Merck). Untuk uji
warna digunakan ammonium hidroksida (Baker analized reagent), vanilin,
HCl (E Merck), AlCl3 (E Merck), FeCl3(E
Merck), dan Shinoda test. Selain itu digunakan bahan lain yaitu: plat TLC SG 60
F254(E Merck), Silika Gel Kieselgel 60, 43-60 μm
(230-400 mesh ASTM: E Merck).
Alat yang digunakan
untuk penelitian ini berupa seperakat alat ekstraksi Soxhlet, pemanas mantel, evaporator
Buchii, kolom kromatografi, lampu UV (Camac UV-cabinet II), bejana pengembang, spektrofotometer
UV-Vis (UV, Milton Roy- Spectronic-300-Array), spektrofotometer infra merah
(IR, Shimadzhu FTIR-8201 PC) dan kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS, Shimadzu
QP-5000)..
Isolasi flavonoid
Rimpang temu ireng
sebanyak 1 g dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah etanol 25 mL,
kemudian dipanaskan
sampai mendidih dan dilanjutkan dengan penyaringan. Filtrat yang
diperoleh diuapkan,
sampai volume pelarut tinggal setengahnya. Adanya flavonoid diuji dengan Shinoda
Tes. Tahap selanjutnya adalah mengangin-anginkan rimpang temu ireng pada suhu
kamar sampai kering. Rimpang kering dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam
alat ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dilakukan secara berturutan menggunakan pelarut
petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing selama 8 jam. Hasil
ekstraksi berupa ekstrak petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol
masing-masing dilakukan uji warna untuk flavonoid. Ekstrak yang positif
mengandung flavonoid kernudian ditentukan
eluen yang sesuai untuk
langkah selanjutnya yaitu kromatografi kolom. Penentuan eluen pada ekstrak
petroleum eter (PE) dilakukan dengan menggunakan eluen PEkloroform pada
berbagai perbandingan volume. Untuk ekstrak kloroform, eluen yang digunakan adalah
kloroform-etil asetat pada berbagai perbandingan volume. Sedangkan pada ekstrak
nbutanol digunakan eluen etil asetat-metanol pada berbagai perbandingan volume.
Ekstrak methanol tidak dicari eluen yang sesuai. Persiapan pertama kromatografi
kolom adalah memanaskan silika gel pada suhu 1600C selama 3 jam kemudian
didinginkan. Setelah dingin, silica dibuat bubur dan dimasukkan dalam kolom,
lalu dibiarkan semalam. Ekstrak pekat dilarutkan dalam eluen yang
kurang polar dan
dimasukkan kolom menggunakan pipet. Sampel dibiarkan turun sampai permukaannya hampir
“terbuka”, kemudian ditambah eluen pelan-pelan sampai mendapat eluen yang tidak
berwarna pada permukaan penyerap. Langkah selanjutnya ditambah eluen, dengan
laju elusi 20 tetes/menit. Setiap 2 mL eluat, ditampung dalam botol sampel. Untuk
pembagian fraksi, masing-masing botol dianalisis secara fisika menggunakan
sinar UV-VIS
pada λ =
254 nm dan λ = 366 nm dan TLC, serta secara kimia
menggunakan uji warna. Fraksi
tunggal yang mempunyai
harga Rf sama dan uji fisika serta kimia sama dikumpulkan, dan
pelarutnya diuapkan.
Selanjutnya dilakukan identifikasi struktur untuk menggunakan
spektrofotometer UV-VIS,
IR dan GC-MS. Identifikasi struktur flavonoid yang terkandung dalam ekstrak PE dilakukan
dengan alat spektrofotometer UV-Vis, IR dan GC-MS. Analisis dengan
spektrofotometer UV-VIS berguna dalam menentukan golongan senyawa flavanoid.
Analisis penting lainnya adalah menggunakan spektrofotometer IR untuk
menentukan gugus fungsional dalam suatu senyawa, dilanjutkan analisis spektra
GC-MS untuk menentukan struktur senyawa tersebut. Hasil analisis dengan spektrofotometer
UV dan IR menunjukkan bahwa hanya f2, f4 dan f9 yang merupakan isoflavon. Karena
diduga bahwa senyawa aktif dalam rimpang temu ireng adalah isoflavon, maka
identifikasi struktur lebih lanjut hanya dilakukan pada fraksi f2, f4 dan f9.
Identifikasi struktur
flavonoid fraksi f2
Spektrum UV-VIS fraksi
f2 seperti pada Gambar 2 bentuknya sama dengan bentuk spektrum
isoflavon (Markham,
1988). Gambar spektrum UVVis ini memperlihatkan adanya panjang gelombang maksimum
pada 207 nm dan bahu pada 250 nm- 300 nm. Adanya satu puncak serapan maksimum dan
bahu memberi petunjuk bahwa fraksi f2 mengandung senyawa isoflavon
Analisis selanjutnya
menggunakan spektrofotometer IR untuk menentukan gugus fungsional senyawa yang
berada pada fraksi f2 ditunjukkan oleh Gambar 3.
Spektrum infra merah f4,
seperti ditunjukkan oleh Gambar 7 dapat diterangkan sebagai berikut: Pita kuat
tajam pada 1712,7 cm-1 adalah karakteristik untuk gugus karbonil. Pita pada
3020,3 cm-1 dari =C-H str diperkuat oleh pita-pita pada 1558,4 cm-1 memberi
petunjuk adanya gugus aromatis, sedangkan serapan tajam pada 1652,9 cm-1
berasal dari gugus vinyl. Serapan berupa pita pada 2927,7 cm-1 dan 2871,8 cm-1
diperkuat oleh pita pada 1458 cm-1 dan 1363,6 cm-1 yang berasal dari gugus alkyl
yaitu metal. Pita yang paling kuat yaitu pada 1215,1 cm-1 memberi keterangan
yang jelas tentang adanya gugus C-O. Dari seluruh keterangan yang diperoleh
dalam analisis spektrum infra merah f4 dapat disimpulkan
bahwa senyawa mempunyai
gugus aromatis, C=O, - C-O dan paling sedikit satu gugus –CH3.
Analisis struktur lebih
lanjut dilakukan dengan alat GC-MS, diperoleh kromatogram fraksi f4.
Identifikasi struktur
dilakukan terhadap 1 puncak utama yang diperkirakan berasal dari flavonoid. Hasil
spektra massa fraksi f4 disajikan pada Gambar 8.
Dari spektra Gambar 8
terlihat bahwa m/z terbesar adalah 281, yang berarti bukan ion
molekul, karena m/z-nya
ganjil. Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, maka spektra ini berasal dari isaoflavon
dengan subtituen 2 gugus metoksi. Ion molekul tidak terdeteksi karena tidak
stabil. Spektra mempunyai puncak dasar pada m/z = 163, dengan puncak-puncak
lain pada m/z 281, 232, 149, 133, dan lain-lain. Fragmentasi senyawa ini
disajikan Gambar 9.
Identifikasi struktur
flavonoid fraksi f9 Analisis
terhadap spektrum UV-Vis fraksi f9 memperlihatkan serapan maksimum dan
bahu seperti disajikan Gambar 10, sehingga diduga fraksi f9
adalah isoflavon.
Analisis lebih lanjut
dilakukan dengan spectra infra merah ditunjukkan Gambar 11. Berdasarkan spektrum
tersebut diperoleh keterangan sebagai berikut: Pita kuat dan tajam pada 1710,7
cm-1 karakteristik gugus karbonil. Serapan berupa pita melebar pada 3415,7 cm-1
menyatakan adanya gugus hidroksi (-OH) diperkuat oleh anya gugus –CO pada 1300
cm -1 – 1000 cm-1, yang juga berasal dari gugus eter.
Gambar
aromatic, yang didukung
oleh pita-pita antara 1600 cm-1 dan 1500 cm-1. Sedangkan pita-pita antara 3000
cm-1 dan 2800 cm-1 adalah berasal dari gugus alkyl. Adanya pita-pita pada
1467,7 cm-1 dan 1382,9 cm-1 menyatakan bahwa gugus tersebut adalah metal. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa fraksi f9 mempunyai gugus aromatik, -OH, eter dan –CH3.
Hasil kromatogram GC-MS
fraksi f9 menunjukkan adanya 20 puncak, dengan puncak utama no. 20. Spektra
GC-MS untuk puncak no. 20 seperti disajikan pada Gambar 12
Gambar 12. Spektra massa
fraksi f9.
Spektra GC-MS fraksi f9
memberi petunjuk adanya limpahan sebagai puncak dasar pada m/z =
149 dan puncak-puncak
lain pada m/z = 167, 132, 123 dan 104. Berdasarkan analisis dengan uji warna dan
terhadap spektra UV-Vis, IR dan GC-MS, dapat disimpulkan bahwa fraksi f9
mengandung isoflavon dengan subtituen 2 gugus metoksi dan 1 gugus hidroksi.
Keseluruhan fragmentasi spektra GC-MS untuk fraksi f9 disajikan pada Gambar 13.
Permasalahannya
Pada keterangan diatas
sudah dijelaskan bahwa penentuan struktur flavonoid dapat menggunakan spectra IR,UV-Visdan
GC-MS. Dan salah satunya yaitu , seperti ditunjukkan oleh Gambar 7 dapat
diterangkan sebagai berikut: Pita kuat tajam pada 1712,7 cm-1 adalah karakteristik
untuk gugus karbonil. Pita pada 3020,3 cm-1 dari =C-H str diperkuat oleh
pita-pita pada 1558,4 cm-1 memberi petunjuk adanya gugus aromatis, sedangkan
serapan tajam pada 1652,9 cm-1 berasal dari gugus vinyl. Serapan berupa pita pada
2927,7 cm-1 dan 2871,8 cm-1 diperkuat oleh pita pada 1458 cm-1 dan 1363,6 cm-1
yang berasal dari gugus alkyl yaitu metal. Pita yang paling kuat yaitu pada
1215,1 cm-1 memberi keterangan yang jelas tentang adanya gugus C-O. Dari
seluruh keterangan yang diperoleh dalam analisis spektrum infra merah f4 dapat
disimpulkan
bahwa senyawa mempunyai
gugus aromatis, C=O, - C-O dan paling sedikit satu gugus –CH3.
Analisis struktur lebih
lanjut dilakukan dengan alat GC-MS, diperoleh kromatogram fraksi f4.
Identifikasi struktur dilakukan terhadap 1
puncak utama yang diperkirakan berasal dari flavonoid
.
Pertanyaan
Pada penentuan sturuktur flavonoid memiliki pita
serapan yang berbeda-beda. Yang ingin saya tanyakan bagaimana kita dapat
mengetahui bahwa misalnya pada pita 1712,7 cm adalah karakteristik untuk gugus
karbonil, pita 3020,3 cm dari C-H dst. Apakah pada setiap penentuan gugus pita
serapannya sudah ditentukan ?
Menurut literatur yang saya baca, karakteristik yang ditunjukkan oleh pita serapan yang berbeda itu dapat diketahui dan diperoleh berdasarkan analisis yang digunakan contohnya pada penentuan struktur flavonoid meliputi beberapa analisis, antara lain yaitu:
BalasHapusSpektroskopi Serapan Ultraviolet - Tampak (UV- Vis)
digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasinya, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambah ”pereaksi geser ” . Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dengan pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri atas 2 maksima pada rentang 240– 280 nm (pita II) dan 300 – 550 nm (pita I). Selain itu, Spektrum ”NaOMe” merupakan spektrum flavonoid yang gugus hidroksil fenolnya sampai batas tertentu terionisasi. Kemudian, Spektrum ’AlCl3’ dan ’AlCl3 / HCl’ menunjukkan terbentuknya kompleks tahan asam antara gugus hidroksil dan keton yang bertetangga dan membentuk kompleks yang tak tahan asam dengan gugus orto-dihidroksil. Selanjutnya, Spektrum ’NaOAc/H3BO3’ untuk untuk mendeteksi ada atau tidaknya gugus 7-OH bebas menjembatani kedua gugus -OH pada gugus ortodihidroksi dan digunakan untuk mendeteksinya.
Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI)
Pada identifikasi flavanoid Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI – 1H )
digunakan khas untuk :
a. Penentuan pola oksigenasi (pada ketiga lingkar)
b. Penentuan jumlah gugus metoksi (dan kedudukannya)
c. Pembedaan isoflavon, flavonon, dan dihidroflavonol
d. Penentuan jumlah gula yang ada (dan penentuan apakah ikatannya
α – atau β )
e. Pendeteksian rantai samping hidrokarbon seperti –CH3 yang terikat
pada C dan prenil yang terikat pada C (atau O).
Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI – 13 C)
Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI – 13 C) digunakan khas untuk :
a. Identifikasi gula yang terikat pada C- (dan O-)
b. Penentuan titik ikatan antar glikosida
c. Identifikasi penyulih asil dan titik asilasi
d. Penentuan titik ikatan –C (misalnya pada C-glikosida, biflavonoid)
kedudukan (geser kimia) dipengaruhi oleh penyulih yang berdekatan. Data pergeseran yang penting (untuk flavonoid) bila ada penyulih pada kedudukan ’C-1’, orto, meta, dan para.
Spektroskopi massa
Spektroskopi massa pada flavonoid digunakan khas untuk :
a. Penentuan bobot molekul
b. Menetapkan penyebaran penyulih pada cincin A dan cincin B
c. Menentukan sifat dan titik ikatan gula pada C - dan Oglikosida flavonoid